Kuliah di Empat Universitas Berbeda di Eropa, Kok Bisa?
Kemajuan teknologi pada kondisi pandemi mendorong kami untuk menerbitkan tulisan inspiratif yang menghadirkan narasumber dari berbagai negara. Melalui obrolan santai kali ini, kami akan membawa pembaca untuk mengenal Amelya Dwi Astuti.
Perempuan yang akrab disapa Amel ini merupakan salah satu mahasiswa Indonesia penerima beasiswa Erasmus Mundus Joint Master Degree. Amel memperoleh kesempatan untuk menempuh pendidikan magisternya di empat universitas sekaligus, yaitu University of Glasgow Scotland, Maynooth University Irlandia, Tallinn University Estonia, dan Open University of Cyprus. Kesempatan belajar di empat universitas berbeda tersebut berhasil diraihnya dengan mengambil program studi Master In Adult Education for Social Change.
Saat ini, Amel yang memasuki semester ketiga, tengah menempuh perkuliahan di Tallinn University Estonia. Amel akan kembali ke University of Glasgow untuk menuntaskan disertasinya di semester 4. Pandemi yang tengah terjadi di berbagai belahan dunia tidak menghalangi perkuliahan Amel selama di Estonia. Perkuliahan bisa dilaksanakan secara tatap muka. Kelas daring hanya diperuntukkan bagi dosen yang berhalangan hadir karena sakit.
Perempuan yang mengaku kangen naik Gojek ini bercerita bahwa salah satu motivasinya untuk semangat belajar dan berkarya adalah sebuah pesan dari suri teladan umat manusia, yakni Nabi Muhammad SAW. Beliau berpesan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain. Pesan tersebut mengingatkan kita bahwa ke manapun kaki melangkah, keberadaan kita hendaknya bisa membawa manfaat untuk sesama.
Nah, untuk pembaca yang berniat kuliah di luar negeri, khususnya Eropa, yuk, kita simak bersama cerita perjalanan Amel lewat wawancara berikut!
Q: Halo Amel! Terima kasih sudah mau meluangkan waktu untuk berbagi cerita dengan teman-teman pembaca. Topik obrolan kita hari ini seputar aktivitas perkuliahan dan pengalaman Amel selama kuliah di Eropa. Nah, sebelumnya kita mau tanya, nih, apa alasan Amel memilih melanjutkan kuliah di luar negeri?
A: Halo! Salam kenal, pembaca! Kalau perihal peringkat universitas, jujur itu bukan pertimbangan utama saya. Saya memilih kuliah di luar negeri karena ingin punya pengalaman kuliah yang berbeda. Ketika kuliah di luar negeri, kita bisa belajar bersama teman-teman dari berbagai negara. Hal tersebut membuka wawasan dan memperkaya pengalaman kita.
Q: Lalu, bagaimana, sih, pengalaman Amel selama mengikuti kegiatan perkuliahan di luar negeri?
A: Kalau tentang perkuliahan, ada tiga hal yang jadi catatan penting saya selama belajar di Eropa. Tentunya, ketiga hal ini berdasarkan pengalaman pribadi. Pertama, mengenai relasi antara dosen dan mahasiswa. Relasi yang terjalin lebih santai dan gak ada batasan atau gap yang mempersulit mahasiswa. Kita bahkan bisa berkomunikasi dengan dosen tanpa kata sapaan “Pak, Sir, Mr., Bu, atau Mrs. …”, cukup menyapa mereka dengan nama panggilan saja. Contoh lainnya yaitu dalam masalah bimbingan disertasi. Supervisor saya di sini sangat mudah ditemui dan memberikan support untuk mahasiswanya. Kedua, deadline tugas yang fleksibel. Fleksibel bukan berarti kita kumpulkan tugas semaunya, tapi ada pengertian dari dosen ketika kita mengalami kendala dalam pengerjaan tugas. Dosen tidak segan untuk memperpanjang deadline dan membantu kita dalam mengatasi kendala tersebut. Ketiga, dosen tidak menyudutkan mahasiswa. Dari pengalaman pribadi saya belajar di Indonesia, kadang di tengah perkuliahan dosen sering bertanya apakah kita memiliki pertanyaan terkait materi yang sedang dijelaskan. Kebanyakan dari kita biasanya gak bertanya dan dosen akan menunjuk salah seorang dari kita untuk bertanya. Kalau di sini, dosen tidak akan menunjuk kita karena rasa ingin tahu mahasiswa sudah terbangun secara alami.
Q: Sebagai muslimah yang tentunya menjadi minoritas di sana, pengalaman apa yang menarik menurut Amel selama kuliah di Eropa?
A: Di Indonesia, kita terbiasa salat di waktu-waktu yang gak bergeser jauh setiap harinya. Walaupun bergeser, paling selisihnya hanya 5—10 menit. Tapi di sini, saya perlu sering mengecek jam supaya gak ketinggalan waktu shalat karena durasi waktu salat yang rentangnya berubah, terutama antara winter yang Subuhnya lambat banget dan Isyanya cepat banget. Sedangkan, ketika summer hal yang terjadi sebaliknya.
Q: Selama merantau, ada gak kebiasaan yang dianggap sepele di Indonesia, tapi penting di Eropa?
A: Hmm…mungkin masak, ya. Karena kalau bisa masak, lumayan menghemat pengeluaran dan mengobati kerinduan sama Indonesia.
Nah, buat pembaca yang berencana kuliah di luar negeri, salah satu tips untuk menghemat pengeluaran sekaligus mengasah skill, yaitu perlu mulai belajar masak ya! 🙂
Q: By the way, apa topik yang Amel pilih untuk judul disertasi dan kenapa memilih topik tersebut?
A: Topik yang saya pilih tentang relawan karena saya sudah lama terjun di dunia relawan. Saya ingin meneliti masalah yang saya temui selama menjadi relawan.
Q: Apa rencana Amel setelah lulus nanti dan kontribusi apa yang ingin Amel berikan untuk Indonesia?
A: Meskipun kami memperoleh kesempatan untuk bekerja di Eropa setelah lulus, saya memilih untuk kembali ke Indonesia. Saat ini saya sedang menyusun konsep social enterprise. Jika memungkinkan, saat pulang ke Indonesia nanti saya ingin membangun social enterprise.
Q: Ada pertanyaan lain, nih, dari pembaca di luar perkuliahan Amel. Apa, sih, buku favorit Amel dan kenapa menyukai buku tersebut?
A: Salah satu buku favorit saya judulnya Edensor yang ditulis oleh Andrea Hirata. Buku tersebut membawa pesan tentang mimpi dan keajaiban serta pentingnya tawakal atau berserah diri kepada ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala setelah kita mengerahkan usaha terbaik dan berdoa.
Q: Pertanyaan terakhir. Ada pesan gak buat pembaca yang mau lanjut kuliah di luar negeri?
A: Khusus untuk pembaca, sebelum memutuskan kuliah di luar negeri, pikirkan baik-baik apakah keputusan tersebut memang kebutuhan atau hanya keinginan. Kalau memang butuh dan kamu memiliki motivasi yang kuat, perjuangkan cita-citamu karena kuliah di luar negeri gak seindah yang kita bayangkan. Belajar di luar negeri membutuhkan komitmen dan tekad yang kuat untuk gak mudah menyerah dan tetap optimis.
Gak terasa hampir 40 menit kami mewawancarai Amel secara daring melalui aplikasi Zoom. Amel izin pamit karena harus bersiap-siap untuk kuliah. Pertanyaan terakhir tadi sekaligus menutup obrolan inspiratif kami bersama Amel.
Untuk pembaca yang masih penasaran dengan kelanjutan perjalanan Amel selama di Eropa, kalian bisa follow akun podcast-nya di Spotify yang berjudul “Celah Celoteh”. Podcast tersebut khusus bercerita tentang petualangan Amel selama menjadi mahasiswa internasional. Selain itu, kamu juga bisa follow akun Instagram-nya di @amelya.dwia.
Semoga tulisan ini bisa menjadi inspirasi dan motivasi untuk pembaca dalam meraih mimpi dan cita-cita sehingga bisa memberikan kontribusi terbaik di manapun berada.
16 September 2020
Kontributor: Della Pioresti dan Alfrida Riani Shanny
Penyunting: Zikra Mulia Irawati
Foto: Dokumen pribadi