World Children’s Day: Bukan Ajang Eksploitasi, tetapi Regenerasi
Hari Anak Sedunia diperingati pada tanggal 20 November setiap tahunnya. Hari Anak Sedunia pertama kali dicetuskan pada 1954, sebagai Hari Anak Universal. Pemilihan tanggal tersebut tak lepas dari langkah PBB yang mengadopsi Deklarasi Hak Anak pada 20 November 1959. Pada tanggal 20 November juga, di tahun yang berbeda, tepatnya di tahun 1989, Majelis Umum PBB mengadopsi Konvensi Hak-Hak Anak. Oleh karena itu, setiap tanggal 20 November, Hari Anak Sedunia diperingati untuk mengampanyekan kesadaran di antara anak-anak di seluruh dunia dan meningkatkan kesejahteraan anak. Memperingati tahun ke-61 Hari Anak Sedunia, masih ada berbagai macam permasalahan anak yang belum terselesaikan, salah satunya eksploitasi.
Dalam laporan tahunan End of Childhood Report, Save the Children menyebutkan bahwa setidaknya ada 1,2 miliar anak-anak yang mengalami eksploitasi di dunia. Eksploitasi paling umum adalah pelecehan dan penderitaan sebagai akibat dari kemiskinan, konflik, dan diskriminasi. Permasalahan ini tentunya masih berlangsung hingga saat ini.
Lantas, bagaimana perayaan Hari Anak Sedunia yang sesungguhnya? Apa yang harus dunia lakukan untuk memutus rantai eksploitasi terhadap anak? Mari kita bahas selengkapnya di bawah ini.
Pengertian eksploitasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian eksploitasi adalah pemanfaatan untuk keuntungan sendiri, penghisapan, pemerasan atas diri orang lain yang merupakan tindakan tidak terpuji. Secara umum, eksploitasi anak adalah tindakan sewenang-wenang dan perlakuan bersifat diskriminatif terhadap anak yang dilakukan oleh masyarakat ataupun keluarga dengan tujuan memaksa anak tersebut untuk melakukan sesuatu tanpa memperhatikan hak anak, seperti perkembangan fisik dan mentalnya. Mengeksploitasi anak berarti melakukan tindakan yang menguntungkan pada segi ekonomi, sosial ataupun politik tanpa memandang status anak yang masih hidup di masa kanak-kanaknya.
Macam-macam eksploitasi anak
1. Eksploitasi fisik
Eksploitasi fisik adalah penyalahgunaan tenaga anak untuk dipekerjakan demi keuntungan orang tuanya atau orang lain seperti menyuruh anak pada pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya belum dijalaninya. Dalam hal ini, anak-anak dipaksa bekerja menggunakan segenap tenaganya yang juga mengancam jiwanya.
2. Eksploitasi sosial
Eksploitasi sosial adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan emosional anak. Hal ini dapat berupa kata-kata yang mengancam atau menakut-nakuti anak, penghinaan anak, menarik diri atau menghindari anak, tidak mempedulikan perasaan anak, perilaku negatif pada anak, mengeluarkan kata-kata yang tidak baik untuk perkembangan emosi anak, dan lain sebagainya. Hal ini tentu melukai batin dan emosional seorang anak.
3. Eksploitasi seksual
Eksploitasi seksual adalah keterlibatan anak dalam kegiatan seksual yang tidak dipahaminya. Eksploitasi seksual dapat berupa perlakuan tidak senonoh dari orang lain, kegiatan yang menjurus pada pornografi, perkataan-perkataan cabul, membuat anak malu, menelanjangi anak, dan prostitusi anak. Eksploitasi seksual dapat menularkan penyakit HIV/AIDS dan penyakit seksual lainnya kepada anak-anak yang biasanya “dijual” untuk pertama kalinya. Eksploitasi seksual juga dapat merusak fisik dan psikologis anak.
4. Eksploitasi ekonomi
Eksploitasi ekonomi adalah pemanfaatan anak-anak secara tidak etis dengan mempekerjakan mereka secara paksa demi mendapatkan keuntungan ekonomi baik berupa uang ataupun yang setara dengan uang.
Dampak eksploitasi anak
Tentunya eksploitasi berdampak besar bagi tumbuh kembang seorang anak. Dampak eksploitasi anak yang dapat terjadi adalah:
- Anak berbohong, ketakutan, kurang dapat mengenal cinta dan kasih sayang, dan sulit percaya kepada orang lain.
- Harga diri anak rendah dan menunjukkan perilaku yang destruktif (merusak).
- Mengalami gangguan dalam perkembangan psikologis dan interaksi sosial.
- Kesulitan untuk membina hubungan dengan orang lain.
- Kecemasan berat, panik, dan depresi (anak mengalami sakit fisik dan bermasalah di sekolah).
- Abnormalitas atau distorsi (penyimpangan) mengenai pandangan terhadap seks.
- Gangguan kepribadian.
- Mengalami masalah yang serius pada usia dewasa.
Faktor penyebab eksploitasi anak
Jika kita tahu apa dampak eksploitasi anak, tentu ada faktor yang menyebabkan terjadinya ekploitasi anak hingga saat ini. Faktor penyebab timbulnya eksploitasi anak yaitu:
1. Kemiskinan
Kemiskinan nampaknya menjadi salah satu penyebab utama eksploitasi anak. Eksploitasi anak merampas kesempatan anak untuk menikmati pendidikan, memperoleh keterampilan, dan dalam beberapa hal menyebabkan ketidakmampuan (cacat) fisik. Ahli ilmu sosial melihat munculnya kemiskinan dalam suatu masyarakat berkaitan dengan budaya yang hidup dalam suatu masyarakat. Dalam konteks pandangan seperti ini, kemiskinan sering dikaitkan dengan rendahnya etos kerja anggota masyarakat dan terkait dengan rajin atau tidaknya seseorang dalam bekerja. Apabila orang rajin bekerja, dapat dipastikan orang tersebut akan hidup dengan kecukupan. Di samping rajin, orang itu memiliki sifat hemat. Manusia yang memiliki etos kerja tinggi dan sifat hemat pasti akan hidup lebih dari kecukupan.
2. Pengangguran dan pendapatan orang tua
Berbicara tentang pengangguran, sudah pasti sangat berkaitan erat dengan pendapatan atau penghasilan seseorang. Bagaimana mungkin orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap bahkan tidak mempunyai pekerjaan sama sekali mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup didalam keluarganya? Faktor inilah yang menyebabkan orang tua melakukan eksploitasi terhadap anak untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
3. Pengaruh lingkungan sosial
Dalam konteks lingkungan sosial di masyarakat Indonesia, anak yang bekerja dianggap sebagai wahana positif untuk memperkenalkan disiplin serta menanamkan etos kerja pada anak. Hal ini sudah menjadi bagian dari budaya dan tata kehidupan keluarga. Banyak orang merasa bahwa bekerja merupakan hal positif bagi perkembangan anak. Sayangnya, dalam perkembangannya, banyak faktor yang menyebabkan anak terpaksa bekerja dalam situasi dan kondisi kerja yang tidak layak dan berbahaya.
Cara menyikapi eksploitasi anak
Bagaimana dunia seharusnya menyikapi tindakan eksploitasi anak bertepatan dengan peringatan Hari Anak Sedunia ini?
1. Mengetahui apa yang menjadi hak anak
Hak-hak anak seperti hak untuk bermain, mendapatkan identitas, perlindungan, akses kesehatan, makanan, rekreasi, kesamaan, dan kasih sayang harus dipenuhi. Peran dari seluruh lapisan masyarakat, mulai dari pemerintah, aparat penegak hukum, orang tua harus turut ambil bagian mencegah dan mengatasi eksploitasi karena anak merupakan regenerasi bangsa.
2. Menindak tegas para pengeksploitasi anak meski itu orang tuanya sendiri
Di samping memberi efek jera, ketegasan aparat penegak hukum sangat berpengaruh untuk memberi pembelajaran dan pemahaman pada orang tua akan bahaya eksploitasi anak. Kita tentu menyadari, sebagus apa pun konsep apabila tidak didukung komitmen para pelaku maka akan terkendala pada implementasinya. Oleh karena itu, para pengeksploitasi anak harus mendapatkan hukuman sekaligus pembelajaran.
3. Peran lembaga pendidikan
Sekolah seharusnya lebih sensitif terhadap perkembangan anak dan peduli pada anak yang tidak bisa bersekolah karena dipaksa untuk bekerja. Sekolah bisa mendesain kurikulum kewirausahaan untuk anak-anak yang terindikasi menjadi korban eksploitasi. Dengan program kewirausahaan, sekolah dapat mendidik kreativitas dan inovasi anak sehingga menemukan peluang dan perbaikan hidup.
Sebagai bagian dari dunia, mahasiswa bisa ikut serta membantu dunia memerangi eksploitasi anak. Anak-anak sewajarnya mendapatkan kebebasan menjalani dunia serta dilindungi hak-haknya. Memerangi eksploitasi anak berarti kita menyelamatkan regenerasi bangsa.
“There can be no keener revelation of a society’s soul than the way in which it treats its children.”
– Nelson Mandela
Penulis: Immanuel Aprilio
Penyunting: Zikra Mulia Irawati
Sumber ilustrasi: Pinterest