Seperti Apa Awal Mula Munculnya Spirit Doll?
Spirit doll atau boneka arwah saat ini menjadi tren di kalangan selebritas, seperti Ivan Gunawan, Sarwendah, Ruben Onsu, Lucinta Luna, dan Luna Maya.
Tren ini dilakukan dengan mengadopsi boneka arwah seperti laiknya merawat anak sendiri. Bahkan, mereka mengunggah kebersamaan dengan boneka arwah di media sosial. Lalu, seperti apa awal mula berkembangnya spirit doll?
Perkembangan spirit doll bermula dari negara yang terkenal dengan banyak kuil, yaitu Thailand. Spirit doll biasanya disebut dengan nama Luk Thep (malaikat anak) yang diyakini dirasuki oleh roh halus yang dipercaya dapat memberikan keberuntungan dan kemakmuran pada masa yang akan datang.
Luk Thep diperkenalkan oleh Mae Ning yang merupakan penjual boneka, seorang DJ (disjoki) radio lokal, dan ahli ritual. Beliau mengubah pandangan boneka dari sesuatu yang sederhana menjadi benda keramat yang harus dijaga karena dipercaya membawa keberuntungan.
Mae Ning mengklaim lewat saluran radio bahwa boneka memiliki kekuatan sehingga para biksu dan peramal menempatkan roh keberuntungan di dalam boneka plastik itu.
Berkaitan dengan Luk Thep, ada tiga tanggapan terkait boneka tersebut. Pertama, berkaitan dengan arwah anak kecil atau Kuman Thong, yaitu janin yang meninggal sebelum dilahirkan.
Kedua, Luk Thep dianggap berkaitan dengan tingkat kesuburan yang rendah di Thailand, sehingga yang membawa boneka ini rata-ratanya wanita paruh baya.
Ketiga, berkaitan dengan iklim ekonomi yang ekstrim di Thailand ketika ritual itu lahir pada 2016 lalu. Karena itu, masyarakat Thailand membutuhkan pegangan agar bisa melewati masa tersebut.
Saat ini, spirit doll banyak digandrungi kembali. Bahkan di marketplace, terdapat toko yang menjual boneka arwah yang viral ini. Lalu, bagaimana tanggapan pakar psikologi terkait tren spirit doll ini?
Ketua Program Studi Terapan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Rose Mini Agoes Salim menyebut bahwa tak ada yang salah dengan memainkan dan merawat boneka arwah atau spirit doll yang menyerupai seperti seorang bayi. Namun, ini bisa menjadi bahaya ketika sudah terjerat dalam ruang halusinasi.
Senada dengan Rose Mini, Psikolog dari Universitas Gadjah Mada Koentjoro mengatakan, ketika orang yang memelihara boneka arwah kemudian bersikap seolah boneka itu anaknya sendiri, hal ini sudah tergolong masalah. Apalagi, yang bersangkutan sampai membentak atau memarahi orang yang menyebut boneka itu benda mati.
Koentjoro menyebut, perilaku itu bisa dikaitkan dengan gangguan psikologis displacement, sikap atau gangguan dalam diri yang ditunjukkan dengan emosi dan disalurkan ke orang lain atau benda lain yang tidak akan melawan balik.
Sehingga, dalam tren spirit doll ini kita harus bisa menyikapi perbedaan antara halusinasi semata dengan realitas yang ada. Agar tidak menimbulkan hal-hal yang mengganggu kejiwaan kita. Akan tetapi, apabila halusinasi itu sudah terjadi, lebih baik konsultasikan kepada pihak profesional, salah satunya psikolog.
Penulis: Melan Eka Lisnawati
Penyunting: Farah Andini
Foto: http://pexels.com/