Korupsi: Isu yang Paling Dikhawatirkan Anak Muda Indonesia, Mengapa?

0

Siapa yang tak kenal korupsi? Tindak kejahatan luar biasa demi menguntungkan hasrat pribadi, yang sebagian besar dilakukan oleh pejabat tinggi negara di berbagai lini kelembagaan. Korupsi tentu sangat merugikan negara, sehingga dapat menimbulkan krisis kepercayaan publik terhadap lembaga negara.

Selama pandemi berlangsung di tanah air, banyak oknum pejabat dari kalangan eksekutif, legislatif, dan lainnya yang memanfaatkan peluang ini sebagai ajang untuk “memperkaya” diri sendiri. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, terjadi peningkatan sekitar 200 perkara yang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung pada tahun 2020 lalu. Total terdakwa pun mengalami peningkatan dari 1.125 terdakwa pada 2019 menjadi 1.298 terdakwa pada tahun 2020.

Sejalan dengan geliat korupsi yang sedang marak beredar, berdasarkan data dari hasil survei Indikator Politik Indonesia setidaknya menunjukkan, isu korupsi menjadi kekhawatiran khusus terbesar anak muda Indonesia. Terdapat 64 persen responden berusia 17-35 tahun yang mengaku sangat khawatir dengan persoalan tersebut.

Korupsi menjadi perbincangan yang cukup krusial akhir-akhir ini, apalagi di kalangan obrolan anak muda. Mereka mengeluarkan pendapat dengan lantang mengenai isu korupsi. Hal ini memang pantas menjadi obrolan karena penegakan hukum untuk koruptor belum cukup tegas di Indonesia. “Hukum untuk koruptor itu belum membuatnya kapok, bisa dikatakan terlalu ringan.” kalimat tersebut sering diucapkan oleh banyak orang. Bagaimana tidak? Inilah fakta yang terjadi.

Terkadang hukum yang cenderung ringan untuk para koruptor, masih saja ada yang berusaha mengajukan permohonan kasasi pada tingkat banding. Tindakan yang seakan “menghalang-halangi hukum” ini tentu membuat para koruptor makin tidak kapok dengan aksinya. Sebagai contoh, meskipun sudah dihukum lima tahun pada tingkat banding, lalu putusan Mahkamah Agung selanjutnya mengurangi hukuman yang bersangkutan menjadi tiga tahun penjara. Tentu putusan ini kembali menambah daftar panjang vonis ringan kepada pelaku korupsi dan menyakiti hati masyarakat.

Dilansir dari detik.com, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai bahwa penyebab maraknya pengurangan vonis para koruptor dikarenakan peradilan Indonesia tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi serta hukuman yang diberikan tidak memberikan efek jera.

Hal senada dilayangkan oleh Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, menurutnya ada tiga faktor penyebab pengurangan hukuman bagi koruptor, yakni tak ada lagi Artidjo Alkostar di tingkat peradilan, melemahnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kepemimpinan Ketua KPK Firli Bahuri, dan adanya revisi UU KPK.

Meskipun demikian, kepedulian masyarakat Indonesia terutama anak muda akan isu korupsi yang menjamur ini tidak akan pernah padam. Di masa depan, generasi muda akan menjadi  pemegang kendali atas bangsa ini. Oleh sebab itu, para anak muda harus sadar betapa bahayanya jika korupsi terus menjadi kebiasaan atau normalisasi di Indonesia. Selain merugikan negara, korupsi juga sangat bertentangan dengan semangat nilai-nilai pancasila. Para pemuda tentu harus ingat akan susahnya para pendiri bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan. Maka dari itu, sampai kapan pun korupsi adalah musuh negara yang harus diberantas.


Penulis: Muhammad Fhandra Hardiyon

Penyunting: Gita Indi Maharani

Foto: Pixabay

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *