Childfree dalam Kacamata Gen Z

Foto: Unsplash

Istilah “childfree” ramai diperbincangkan di jagat media sosial. Hal ini dipicu oleh salah satu influencer yang mengemukakan bahwa ia akan menjalani kehidupan tanpa anak. 

Istilah childfree ini merujuk pada orang atau pasangan yang memutuskan untuk tidak memiliki anak atau keturunan, dilansir dari Cambridge Dictionary.

Sejarah Childfree

Childfree bukanlah suatu hal yang baru. Ini sudah ada sejak tahun 1.500-an di perkotaan dan desa Eropa.  Hal ini terjadi pada perempuan yang memilih berkarir dibanding menikah muda, seperti kebiasaan perempuan saat itu. 

Pada tahun 18.000-an keputusan childfree di negara barat meningkat, sedangkan masyarakat Indonesia menganggap “banyak anak banyak rezeki.” Kebahagiaan rumah tangga dilihat ketika sudah memiliki anak. 

Kacamata Gen Z

1 dari 5 orang melalui survei mengatakan ingin menjalani kehidupan tanpa anak karena faktor cita-cita dan karir, serta 4 orang lainnya menginginkan keturunan dari darah daging mereka. 

Salsyabila (19) mengatakan, “Memiliki anak ataupun tidak bukanlah hal yang salah, orang yang memutuskan pasti memiliki alasan tertentu.”

Saat ini yang terjadi adalah pro kontra terhadap pandangan ini yang mengakibatkan adu argumen di media sosial. “Setiap pasangan berhak memutuskan atas hidupnya, kita hanya perlu mendukung atas pilihannya,” pungkas Salsyabila. 

Childfree Mengurangi Populasi?

3 dari 5 orang tidak setuju dengan argumen program childfree bisa mengurangi populasi di Indonesia secara khusus. “Jika childfree ini dibilang mengurangi populasi sih tidak, ya, karena jika kita lihat masyarakat orang yang ingin punya anak cenderung lebih besar itu di Indonesia,” tutur Amel (19) mengenai pendapatnya. 

Arsitta (19) berpendapat bahwa program childfree bisa mengurangi populasi karena angka kelahiran masih tinggi walaupun dengan program KB. 

Seiring dengan waktu masalah ini akan tetap menuai pro dan kontra. Walaupun hal ini sangat bertentangan dengan budaya Indonesia, “banyak anak banyak rezeki”. Namun, setiap orang berhak memutuskan pilihan atas hidupnya masing-masing. Perbedaan ada untuk toleransi. (NM/DSUR)