Maraknya Arogansi Kasus Kekerasan Anak di Kalangan Keluarga Pejabat
Foto: Tirto.ID
Gemagazine – Masyarakat digemparkan oleh kasus yang menyeret seorang anak pejabat pajak, Mario Dandy Satrio (20). Mario disorot karena tingkah lakunya yang memamerkan kekayaan orang tua, sikap yang arogan, dan melakukan penganiayaan terhadap David Latumahina (17) hingga kondisinya kritis.
Mario merupakan anak Rafael Alun Trisambodo, eks pejabat Ditjen Pajak. Harta kekayaan Rafael mencapai Rp56 miliar. Sikap arogan Mario Dandy ini mengakibatkan sang Ayah kehilangan jabatannya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) Direktorat Jenderal Pajak.
Mengapa marak anak pejabat suka bersikap arogan dan pamer kekayaan?
Menurut Psikolog, Meity Arianty, S.T.P., M.Psi., mengungkapkan ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang bersikap arogan. Pertama, disebabkan oleh faktor individu sendiri. Pemicunya adalah orang tersebut mempunyai kekuasaan, harta yang berlebih, status, serta kebanggaan terhadap diri sendiri.
Sifat arogan dapat timbul pada diri seseorang yang memiliki relasi dengan orang yang mempunyai kekuasaan atau jabatan, seperti orang tua, saudara, atau keluarga terdekat. Mei menjelaskan bahwa sifat arogan yang disertai dengan kekuasaan akan berbahaya dan dapat merugikan orang lain apabila tidak dapat mengontrol diri dan emosinya. Dengan demikian, mudah untuk melakukan tindakan-tindakan agresif.
Selain itu, Aida Malikha dari Humanika Psychology Center, mengatakan karena kurangnya kepercayaan diri dan kompetensi diri, anak pejabat ingin menunjukkan jati dirinya dengan cara yang lain. Salah satunya dengan cara memamerkan gaya hidup mewahnya di media sosial. Pola asuh di dalam keluarga juga memengaruhi bentuk karakter seorang anak. Orang tua yang membebaskan dan kurang memberikan batasan-batasan akan membentuk karakter anak yang arogan.
Sifat Arogan Dapat Dihindari
Menurut Mei, sifat arogan dapat dihindari dengan lebih mengendalikan diri dan mengontrol emosi dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Penanganan secara medis juga dapat dilakukan apabila merasa dibutuhkan, seperti psikoterapi, konseling, ataupun obat dari dokter. Di samping itu, diharapkan kesadaran kepada para orang tua untuk memberikan contoh nilai-nilai kehidupan yang baik.
Pada dasarnya, sifat-sifat di atas dapat kita kendalikan tergantung dari diri masing-masing. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menghindari hal-hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Kekuasaan jangan dijadikan sebagai pemicu kesombongan dalam diri, justru dijadikan pemacu agar menjadi panutan yang memberikan kesan baik. (JSF/FT)