Mengenal FOMO di Kalangan Mahasiswa
Foto: Unsplash
Remaja saat ini tergolong Generasi Z atau Gen Z, yaitu generasi yang lahir dan tumbuh seiring dengan perkembangan teknologi masa kini. Mereka sering disebut sebagai generasi “up to date” karena selalu mengikuti tren terkini di media sosial. Salah satu fenomena yang erat kaitannya dengan mahasiswa saat ini dikenal dengan istilah Fear of Missing Out (FOMO).
Perkembangan individu mahasiswa dipengaruhi oleh berbagai aspek, termasuk lingkungan keluarga, lingkungan pertemanan, perkuliahan, dan penggunaan sosial media. Aspek-aspek ini berperan sangat penting. Mereka dapat memberikan dampak positif terhadap kapasitas dan kualitas diri. Namun, aspek-aspek tersebut juga bisa menyebabkan masalah dan kesulitan dalam kehidupan.
Fenomena FOMO dapat mengarah pada kondisi di mana suatu individu merasakan kecemasan dalam menggunakan media sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook, dan platform lainnya. Namun, arti harfiah dari FOMO adalah adanya rasa takut tertinggal dalam mengikuti aktivitas atau tren tertentu yang membuat suatu individu beranggapan bahwa kehidupan orang lain jauh lebih baik dibanding kehidupannya sendiri.
Dalam lingkungan akademik seperti kampus, istilah FOMO menjadi topik perbincangan yang lumrah. Ini disebabkan oleh sebuah perspektif terhadap dunia perkuliahan yang menjadi tempat bagi mahasiswa untuk membentuk identitas mereka. Banyak mahasiswa mengalami FOMO dan tidak ingin kalah dari teman-temannya. Tidak sedikit pula yang selalu ingin menjadi pusat perhatian dan haus akan validasi dari lingkungan sekitarnya.
Seperti yang sering terjadi, saat ini media sosial menjadi wadah bagi banyak orang untuk flexing atau memamerkan kehidupan mereka, khususnya mahasiswa saat ini. Contoh nyata yang lumrah, banyak mahasiswa berkumpul untuk nongkrong di kedai kopi yang sedang viral. Terkadang, mereka memaksakan diri untuk tetap nongkrong kendati preferensi pribadi tidak cocok dan kondisi ekonomi tidak memadai. Contoh lain yang menjadi perbincangan hangat adalah konser-konser dengan demand yang tinggi. Sebagian mahasiswa memaksakan ikut ticket war yang di luar kemampuan ekonomi mereka demi kebutuhan konten, eksistensi diri, dan relasi. Kebutuhan relasi yang dimaksud adalah ketika seseorang memaksakan diri untuk mengikuti suatu acara atau perkumpulan hanya untuk diterima di dalam kelompok pertemanannya, sekalipun kondisi ekonomi sedang tidak memadai.
Apa saja dampak negatif FOMO di kalangan mahasiswa?
Perlu disadari bahwa dampak negatif FOMO adalah rasa kecemasan mahasiswa yang takut kehilangan pengalaman orang lain, dan kondisi ini dapat mempengaruhi beberapa aspek kehidupan mereka.
Salah satu dampak negatifnya adalah melemahnya karakter mahasiswa. Padahal, karakter itu sangat krusial bagi kualitas hidup mahasiswa. Namun, FOMO bisa mengambil hak mahasiswa untuk memilih keinginan mereka sendiri. Mahasiswa akan mengikuti orang lain tanpa mempertimbangkan kebebasan diri sendiri. Dampak negatif lainnya adalah berkurangnya kemampuan untuk mengatur keuangan dengan baik. Mahasiswa yang terus-menerus merasa takut ketinggalan informasi terbaru cenderung tidak bisa menyeimbangi kebutuhan hidup mereka. Selain itu, bukan tidak mungkin FOMO mengganggu kesehatan mental mahasiswa. Adapun gejala FOMO bisa berbentuk ketakutan, kecemasan, overthinking, ataupun perasaan tertekan secara sosial.
Bagaimana cara menghindari FOMO?
Yang utama dan terpenting bagi mahasiswa adalah untuk membatasi penggunaan gawai elektronik dan akses media sosial. Dengan begitu, mahasiswa dapat mengatur waktu dengan lebih efisien. Contohnya, saat perkuliahan di kelas sedang berlangsung, usahakan untuk lebih fokus dan memanfaatkan waktu belajar sebaik mungkin. Tingkat fokus yang baik akan membantu kestabilan mental dan ketenangan mahasiswa selama menjalani perkuliahan. Mahasiswa harus fokus pada tujuan utama berkuliah. Mahasiswa juga perlu menyadari bahwa menyesuaikan gaya hidup dengan tren bukan untuk mendapatkan popularitas di publik, melainkan meningkatkan value diri sendiri sehingga menjadi mahasiswa yang berprestasi. Terakhir, tetaplah menjadi diri sendiri karena setiap individu memiliki caranya masing-masing dalam menjalani kehidupan. Oleh karena itu, bergeraklah dengan apa yang diinginkan sesuai kapasitas diri.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penting bagi mahasiswa untuk berhati-hati dan bijak dalam memilah berbagai informasi dari media sosial. Penting juga untuk mengontrol diri di tengah tren gaya hidup yang akan terus bergulir. Untuk meningkatkan value diri sendiri, tentunya harus dilakukan secara positif dengan menyesuaikan kapasitas diri. (SJ/KNI)