Jurnalis Foto yang Gugur di Lapangan

0

Foto: Unsplash, Valery Tenevoy

Jurnalis foto adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang menyampaikan kebenaran. Mereka berani memasuki zona-zona berbahaya seperti medan perang, pergolakan politik, dan lain-lain dengan sikap antusiasme dan penuh keberanian. Hal tersebut ditujukan untuk mendokumentasikan momen-momen penting yang bisa diabadikan sebagai sejarah. 

Namun, keberanian dan pengorbanan mereka terkadang berujung pada tragedi. Para jurnalis foto ini gugur di medan perang saat melakukan pekerjaan yang dicintainya. Mereka telah memotivasi generasi berikutnya dan tentunya meninggalkan dampak yang abadi. Pengalaman mereka telah mewakili pengorbanan yang tak terukur dan menjadi pengingat nilai kebebasan pers. Selain itu, mereka juga mengajarkan keberanian untuk mengejar kebenaran dan menghormati para jurnalis yang meliput di garda terdepan.

1. Kevin Carter

Kevin Carter adalah seorang jurnalis foto yang lahir pada tanggal 13 September 1960 di Johannesburg, Afrika Selatan. Kevin mengawali karier jurnalisnya sebagai fotografer olahraga di tahun 1983. Pada 1984, dia kemudian pindah kerja di Johannesburg Star dan bertugas untuk mengekspos kebrutalan pada masa apartheid. Kehidupan Kevin Carter dipenuhi dengan tantangan emosional dan juga tekanan yang tinggi akibat menyaksikan penderitaan selama bertahun-tahun meliput perang dan bencana.

Pada bulan Mei 1994, Kevin berhasil memenangkan penghargaan tertinggi bagi seorang jurnalis yaitu Pulitzer Prize dengan foto ikoniknya yang diambil pada tahun 1993 di Sudan Selatan. Menampilkan seorang anak Sudan yang kekurangan gizi dengan seekor burung Nasar yang melatarbelakangi foto tersebut. Foto ini memperlihatkan dampak kelaparan dan konflik yang melanda wilayah tersebut.

Sayangnya pada bulan Juli 1994, Kevin Carter bunuh diri dengan menghirup karbon monoksida di daerah Braamfontein. Carter meninggalkan sebuah catatan yang berbunyi:

“I’m really, really sorry. The pain of life overrides the joy to the point that joy does not exist. …depressed … without phone … money for rent … money for child support … money for debts … money!!! … I am haunted by the vivid memories of killings and corpses and anger and pain … of starving or wounded children, of trigger-happy madmen, often police, of killer executioners … I have gone to join Ken if I am that lucky.”  — Kevin    Carter,    [Suicide    letter]

Foto:    Wikimedia,    Rebecca    Hearfield

2. Tim Hetherington

Timothy Alistair Telemachus Hetherington lahir pada tanggal 5 Desember di Birkenhead, Inggris. Setelah menyelesaikan studinya di bidang sastra dan fotografi,Tim memulai kariernya sebagai fotografer lepas. Sebelum berangkat memasuki wilayah konflik di berbagai negara, termasuk Liberia, Afganistan, dan Libia, dia mengerjakan berbagai proyek dokumenter di sub-Sahara Afrika.

Tim berusaha menyampaikan secara kompleks kondisi manusia dalam situasi konflik melalui narasinya. Pada tahun 2010, Tim dan jurnalis Sebastian Junger merilis film dokumenter Restrepo yang menceritakan kehidupan prajurit Amerika Serikat di pos pemeriksaan Restrepo ke Afghanistan. Film ini mendapatkan Grand Jury Prize di Sundance Film Festival dan meningkatkan ketenaran Tim di dunia internasional.

Namun, pada 20 April 2011, saat sedang meliput konflik di Libia, Hetherington tewas dalam serangan mortir di kota Misrata. Serpihan mortir mengenainya secara fatal dan dia meninggal karena kehilangan banyak darah saat dibawa ke rumah sakit.

Beberapa hari setelah kematiannya, kota Ajdabiya di Libia mengganti nama alun-alun terbesar mereka menjadi Tim Hetherington Square untuk menghormatinya.

Foto: Flickr, Steve Kosloff

3. Anja Niedringhaus

Anja Niedringhaus adalah seorang jurnalis foto asal Jerman yang lahir pada tanggal 12 Oktober 1995. Dia bekerja di Associated Press (AP) dan satu-satunya wanita dalam tim yang memenangkan Hadiah Pulitzer 2005 untuk liputan Perang Irak.

Dia melaporkan perang di Bosnia, Irak, Libia, dan banyak tempat lainnya. Karya-karyanya yang kuat dan berdaya ungkit memberikan gambaran kekerasan dan penderitaan yang dialami oleh masyarakat di medan perang.

Pada tanggal 4 April 2014, di wilayah Khost, Afganistan, Niedringhaus menemui akhir yang menyedihkan. Dia diserang oleh seorang pejuang Taliban ketika sedang meliput pemilihan presiden. Para jurnalis dijaga oleh tentara dan polisi Afganistan ketika mereka mengirimkan surat sebagai konvoi untuk badan pemilihan yang tidak memihak. Serangan tersebut terjadi di sebuah pos pemeriksaan di Distrik Tani, di luar kota Khost. (JVW/RB)

Foto: Flickr, Ap_images77

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *