Maraknya Magang Dibayar dengan Pengalaman
Foto: Pexels
Magang seringkali menjadi solusi bagi mahasiswa untuk mencari pengalaman sebelum menghadapi dunia kerja. Hal ini terjadi karena banyak dari perusahaan mengharapkan calon kandidat telah memiliki pengalaman kerja sebelumnya.
Standar tinggi yang ditetapkan beberapa perusahaan membuat banyak mahasiswa memilih untuk melakukan magang agar nanti ketika lulus siap untuk menghadapi dunia kerja dan sudah memiliki pengalaman kerja untuk memenuhi standar tersebut.
Namun, mahasiswa yang melakukan magang seringkali terperangkap dalam konflik yang sulit dihindari seperti anak magang yang hanya dibayar dengan pengalaman tanpa upah. Pantaskah anak magang hanya dibayar dengan pengalaman saja? Faktanya, menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan, anak magang seharusnya dibayar. Setidaknya, diberikan uang saku untuk transportasi dan makan.
Regulasi bagi Anak Magang
Dasar hukum yang mengatur mengenai magang adalah Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Selain itu, pelaksanaan magang juga mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2020 yang juga membahas mengenai magang secara detail.
Magang menurut Pasal 11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja berpengalaman.
Program magang yang diatur dalam Undang-Undang tersebut diartikan secara khusus untuk pelatihan kerja dan peningkatan kompetensi kerja bagi para pencari kerja yang telah menyelesaikan pendidikan formal, bukan untuk tujuan akademis atau sekedar pemenuhan kurikulum dan persyaratan profesi tertentu. Anak magang yang masih berstatus mahasiswa tidak dianggap sebagai subjek hukum terkait terhadap perusahaan yang bersangkutan.
Dikarenakan tidak adanya aturan yang mengikat secara hukum bagi anak magang, pihak perusahaan kerap berlaku semena-mena kepada anak magang dan cenderung ke arah eksploitasi pekerja. Hal seperti ini terkadang disalahgunakan oleh pihak perusahaan untuk mendapatkan tenaga kerja cuma-cuma, tanpa dibayar. Peristiwa semacam ini akan membuat tujuan program magang yang awalnya sebagai wadah pelatihan kerja berubah menjadi bentuk eksploitasi tenaga kerja.
Hak dan Kesejahteraan Anak Magang
Dalam UU Ketenagakerjaan, mereka berhak atas hak-haknya seperti memperoleh uang saku atau uang transport, memperoleh jaminan sosial tenaga kerja, dan memperoleh sertifikat apabila lulus di akhir program. Hal yang sama juga diatur dalam Pasal 13 Ayat (1) poin d Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 6 Tahun 2020, bahwa anak magang memiliki hak untuk memperoleh uang saku. Besaran nominal uang saku dalam Permenaker Nomor 6 Tahun 2020, dijelaskan bahwa uang saku meliputi biaya transportasi, uang makan, dan insentif anak magang.
Hak dan kesejahteraan anak magang seharusnya menjadi perhatian penting, seperti memberikan kompensasi yang adil kepada anak magang, terutama bagi mereka yang melakukan tugas-tugas serupa dengan pekerja tetap. Lalu, beberapa permasalahan kerap kali muncul seperti jam kerja yang berlebihan, kurangnya akses terhadap asuransi kesehatan, serta risiko pelecehan dan diskriminasi di tempat kerja.
Sudah saatnya menghentikan bentuk eksploitasi seperti ini. Perusahaan yang bersangkutan harus memberikan kesempatan yang adil bagi anak magang untuk belajar dan berkembang, bukan mengeksploitasi mereka sebagai buruh murah dan tak terbayar. Jadi, marilah berkomitmen untuk memberikan kesempatan yang adil dan menghentikan bentuk eksploitasi seperti ini. (MH/HNR)