(Foto: Unsplash)

GEMAGAZINE – Menyambut tahun-tahun menjelang pemilu, situasi politik di Indonesia semakin memanas. Berawal dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilai kontroversial terkait usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden pada Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang pemilu. Pasalnya, putusan tersebut menyebutkan, capres-cawapres yang pernah terpilih melalui pemilu, baik sebagai DPR/DPD, gubernur, atau walikota dapat mencalonkan diri meskipun belum genap 40 tahun.

Dengan lahirnya keputusan tersebut, dinilai banyak pihak menjadi pondasi-pondasi dinasti politik yang sedang dibangun oleh Presiden Jokowi. Keputusan MK terkait usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden dapat membuka jalan bagi puteranya, Gibran Rakabuming Raka, yang saat ini menjabat sebagai Wali Kota Solo untuk maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto sebagai calon presiden.  Isu ini menjadi perbincangan khalayak ramai, mulai orang tua hingga muda membahasnya, menimbulkan pro dan kontra di masyarakat luas. 

Dinasti politik yang sedang dibicarakan sering dianggap sebagai antitesis dari hadirnya demokrasi. Namun, tampaknya telah menjadi bagian dari demokrasi modern saat ini. Dinasti politik sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Contohnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), putra sulung dari Susilo Bambang Yudhoyono, pendiri dan sosok penting dalam tubuh Partai Demokrat. Saat itu, AHY meraih jabatan Ketua Umum Partai Demokrat kurang lebih empat tahun setelah ia terjun ke politik. Waktu yang singkat untuk mendapatkan posisi tersebut.

Penyebab Lahirnya Dinasti Politik

Munculnya dinasti politik di tubuh negara demokrasi disebabkan beberapa faktor, salah satunya adalah adanya keinginan dalam diri maupun keluarga untuk memegang kekuasaan. Umumnya, dinasti politik dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan darah. Semakin tinggi dan besar tongkat kekuasaan yang digenggam, semakin besar pula kebebasan yang dimiliki. Contohnya, seperti kebebasan terhadap akses uang ataupun sumber daya negara.

Selain itu, yang mengakibatkan munculnya dinasti politik adalah adanya usaha kolaborasi antara penguasa dan pengusaha untuk menggabungkan kekuatan modal dengan kekuatan politik untuk mencapai kekuasaan yang absolut. Lalu, faktor lain yang menyebabkan lahirnya dinasti politik adalah rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pejabat-pejabat yang sedang membangun pondasi dinasti politiknya.

Dampak dari Keberadaan Dinasti Politik

Pada akhirnya, dampak dari dinasti politik hanya melahirkan sistem yang membuat kekuasaan, hak istimewa, dan keuntungan yang hanya dapat dinikmati sekelompok orang saja. Di sisi lain, masyarakat dibiarkan kehilangan kendali dan tak memiliki lagi pengaruh. Dampak lainnya dari dinasti politik, yaitu dapat meningkatkan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), serta penyalahgunaan kekuasaan yang dapat menyengsarakan rakyat dan merugikan negara. 

Semakin meningkatnya peranan dinasti politik, semakin buruk akibat kedepannya. Hal ini dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan, dan perubahan arus politik. Terutama, jika suatu kelompok memiliki kontrol yang kuat atas lembaga politik dan ekonomi di negara tersebut. Selain itu, akan terjadi krisis kepemimpinan jika terus menerus bergantung pada dinasti politik, hingga akhirnya hanya akan menghalangi regenerasi bagi negara tersebut ke depannya.

Dengan adanya dinasti politik, dapat membuat orang-orang yang tidak kompeten memiliki kekuasaan. Hal ini akan menghambat cita-cita negara karena pemimpin yang dipilih tidak memiliki kapabilitas untuk menjalankan tugas dan mempertanggungjawabkan jabatannya.  (ags)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *