Pengaruh Golput Terhadap Politik
Foto: kprjogja.com
Pesta demokrasi akan kembali digelar pada Februari 2024 mendatang. Jika kita berbicara mengenai golput, maka hal ini akan berkaitan dengan hak politik (political rights) tentang hak-hak yang diperoleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai anggota organisasi politik, seperti hak memilih dan dipilih, mencalonkan diri, dan memegang jabatan umum dalam negara. Hak politik juga dapat diartikan sebagai hak di mana individu dapat memberi andil melalui hak tersebut dalam mengelola masalah negara atau pemerintahan.
Penyaluran hak politik tersebut diwujudkan melalui pemilu yang merupakan sarana untuk menyalurkan hak politik warga negara, memilih dan dipilih, ikut dalam organisasi politik, maupun mengikuti langsung kegiatan kampanye.
Dampak Golput
Dampak negatif dari golput ada berbagai macam, mulai dari tidak terdukungnya program pemerintah yang padahal cukup bermanfaat karena kurangnya minat dari masyarakat. Selain itu, penggunaan hak suara kita seharusnya bisa digunakan dengan baik untuk mengikuti prosedur pemilihan suara sebagaimana mestinya.
Walaupun kita dapat memberikan suara sesuai kehendak, banyaknya orang yang bersikap golput sangat disayangkan karena sifat negara kita yang demokratis menjadi dipertanyakan. Muncul pertanyaan, apakah negara kita masih bisa disebut sebagai negara demokratis atau hanya dihuni oleh orang-orang yang apatis. Ironisnya, meskipun negara kita terkenal dengan label demokratis, adanya pemilih yang golput malah membuktikan bahwa negara ini dihuni oleh individu yang tidak mendukung prinsip demokrasi.
Tingginya angka golput menyebabkan rendahnya tingkat kepercayaan dan kredibilitas calon terpilih. Akibatnya, pemerintah daerah tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik karena kurangnya dukungan politik.
Penting untuk diketahui bahwa pemilu di Indonesia diatur oleh UU Pemilu dan perubahannya. Namun, sebenarnya istilah golput tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan. Istilah yang dikenal adalah mempengaruhi atau mengajak orang lain supaya tidak memilih atau tidak menggunakan hak pilihnya. Perbuatan tersebut diatur dalam Pasal 284 UU Pemilu dan pelaku akan dijatuhi sanksi sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Sejarah Munculnya Golput
Golongan putih yang disingkat menjadi golput adalah istilah politik ketika seorang peserta dalam proses pemungutan suara tidak memberikan suara atau tidak memilih satu pun calon pemimpin atau bisa juga peserta datang ke bilik suara, tetapi tidak ikut memberikan suara hingga prosesi pemungutan suara berakhir.
Awal munculnya golput berasal dari protes mahasiswa dan pemuda yang menentang pemilu 1971, saat itu merupakan pemilu pertama di era Orde Baru. Hanya ada 10 partai politik yang berpartisipasi, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pemilu 1955 yang melibatkan 172 partai politik.
Arief Budiman dikenal sebagai salah satu tokoh utama yang memimpin gerakan ini, tetapi pencetus istilah “golput” adalah Imam Waluyo. Gerakan ini disebut “putih” karena mereka mendorong orang yang pergi ke bilik suara untuk memilih bagian putih di surat suara, tepatnya di luar gambar partai politik. Meskipun demikian, pada saat itu hampir tidak ada yang berani untuk tidak datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) karena akan dicatat.
(aaj/ofr)