Kamisan Disangka Aksi Lima Tahunan
Foto: Reza Ferdian
GEMAGAZINE – Aksi Kamisan adalah protes diam yang diadakan setiap Kamis di Indonesia, terutama di depan Istana Negara Jakarta. Protes ini diselenggarakan oleh keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia yang menuntut keadilan dan akuntabilitas terhadap orang yang mereka cintai. Dimulai pada tahun 2007, protes ini telah berlanjut setiap Kamis sejak saat itu. Para peserta mengenakan pakaian hitam dan membawa payung hitam sebagai simbol duka. Aksi Kamisan merupakan bentuk demonstrasi damai yang dilindungi oleh Konstitusi Indonesia, yang menjamin hak untuk melakukan demonstrasi, kebebasan berekspresi, dan berkumpul secara damai.
Aksi Kamisan, yang telah berlangsung sebanyak 806 kamis, merupakan sebuah upaya yang konsisten dan berkelanjutan dalam menuntut keadilan bagi korban pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia. Meskipun demikian, disayangkan masih terdapat oknum-oknum tertentu yang keliru menganggap bahwa Aksi Kamisan hanya dilakukan setiap lima tahun sekali. Dikutip Gemagazine dari Jurnal Aksi Kamisan: Lamenting Women, State Violence, and Human Security.
Mengapa Aksi Kamisan Disangka Aksi Lima Tahunan?
Rangkaian pemilu yang berlangsung menjadi salah satu faktor yang mendatangkan anggapan bahwa aksi kamisan adalah aksi lima tahunan. Selama berlangsungnya pemilu, setiap permasalah yang ada pada negeri ini akan terus diangkat, salah satunya masalah HAM.
“Aksi kamisan ni sudah 17 tahun, bukan setelah 5 tahun dan saat pemilu baru muncul, tidak,” ujar Ambros saat menyampaikan refleksinya.
Ambros menegaskan bahwa keberadaan Aksi Kamisan bukan semata-mata sebagai tindakan spontan, melainkan sebuah bentuk refleksi yang mendalam terhadap sejarah kelam di masa lalu. Dengan mengadakan aksi ini secara rutin, para peserta Kamisan tidak hanya mengenang dan menghormati korban-korban pelanggaran hak asasi manusia, tetapi juga menyuarakan keinginan untuk keadilan dan perubahan yang lebih baik di masa depan. Aksi Kamisan menjadi sebuah wadah bagi masyarakat untuk mengekspresikan keprihatinan mereka terhadap ketidakadilan yang terjadi serta memastikan agar kesalahan-kesalahan di masa lalu tidak terulang kembali di masa mendatang. Dengan demikian, Aksi Kamisan bukan hanya sekadar aksi simbolis, tetapi juga merupakan sebuah upaya nyata dalam membangun kesadaran kolektif akan pentingnya menghormati hak asasi manusia dan menegakkan keadilan bagi semua individu di masyarakat.
Lantas, Apakah Pemerintah Sudah Menuntaskan Kasus Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu?
Selama 17 tahun dan 806 kamis, aksi kamisan terus disuarakan. Namun, para pemangku kebijakan masih belum menuntaskan apa yang seharusnya dituntaskan terkait pelanggaran HAM berat di masa lalu. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa keadilan dan hak asasi manusia dihormati serta dilindungi di Indonesia.
Dalam setiap siklus pemilu, panggung politik sering kali menjadi tempat bagi para calon presiden untuk mengekspresikan komitmen mereka terhadap penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. Fenomena ini tidak terkecuali pada periode-periode sebelumnya, di mana para calon presiden secara konsisten mengangkat isu hak asasi manusia sebagai bagian integral dari agenda mereka.
Pernyataan dan janji-janji penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat sering kali menjadi daya tarik utama dalam retorika kampanye. Para calon presiden menekankan pentingnya penegakan hukum, keadilan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia sebagai fondasi dari negara yang demokratis dan beradab.
“Selama kasus kepemimpinan Bapak Jokowi, kasus pelanggaran HAM berat telah mangkrak untuk dituntaskan dan yang mereka tahu bahwa kasus tersebut sudah diselidiki oleh komnas HAM, namun tidak ada itikad baik selanjutnya untuk ditindaklanjuti oleh jaksa agung,” ujar Citra Referandum saat menyampaikan refleksinya.
Citra juga menyampaikan harapannya kepada seluruh rakyat atau warga negara Indonesia untuk terus teguh, setia, dan mendukung korban dan keluarganya. Tidak bernegosiasi atas nilai, apa pun alasannya. Nilai yang valid adalah yang disampaikan oleh korban, dan korban adalah hal utama yang harus kita dengar.
(ofr/vmg)