Kenali Teknologi OCR dan OMR pada Aplikasi Sirekap!
GEMAGAZINE – Aplikasi Sirekap yang dilengkapi dengan teknologi Optical Character Recognition (OCR) dan Optical Mark Reader (OMR), menjadi sorotan publik menjelang masa pemilihan umum (pemilu). Aplikasi ini dirancang dan dikembangkan sebagai alat bantu untuk menyegerakan publikasi hasil Pemilu 2024.
Penggunaan teknologi OCR dan OMR telah diuji coba dalam simulasi rekapitulasi elektronik yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak tahun 2020. Pemanfaatan Teknologi tersebut diupayakan untuk menyederhanakan sistem pemilu di Indonesia yang dianggap rumit.
“Prinsip lainnya dalam penggunaan IT dalam pemilu penggunanya efektif efisien, kami masih menggunakan kertas menyimpan data, tapi kami juga menyimpan data di 17 ribu pulau di Indonesia, di Jakarta,” pungkas salah satu Anggota KPU, Betty Epsilon Idroos, dilansir Gemagazine dari KPU, pada Rabu (28/02/2024).
Tak hanya Indonesia, teknologi OCR dan OMR sudah diterapkan oleh negara lain sebagai perangkat teknologi pungut-hitung. Beberapa negara bagian di Amerika Serikat telah menerapkan kedua jenis teknologi tersebut sejak tahun 1988 hingga sekarang. Negara lain yang juga menggunakan teknologi ini, yaitu Filipina, Mongolia, Kyrgyzstan, Irak, dan Honduras.
OCR dan OMR merupakan teknologi guna membantu manusia dan implementasinya dapat dirasakan di segala bidang, salah satunya dalam bidang politik, khususnya perihal pemilu. OCR dan OMR dianggap dapat mempercepat proses penghitungan suara. Meski memiliki manfaat yang sama dalam proses penghitungan suara, OCR dan OMR merupakan dua jenis teknologi yang berbeda.
Penjelasan Teknologi OCR dan Tahapan Pengenalan Karakter
Dalam proses penghitungan suara, sistem pemindaian teknologi OCR menggunakan perangkat lunak komputer. Hal ini guna mengenali bentuk karakter yang dicetak atau tulisan tangan, seperti angka dan huruf yang akan disimpan sebagai data yang dapat dibaca komputer.
Informasi yang dipindai oleh teknologi OCR tersebut akan diubah menjadi data yang dapat dibaca oleh komputer. Jika formulir didapat dari hasil penghitungan suara secara manual, tingkat akurasi pembacaan OCR terhadap informasi di dalam formulir harus dipastikan kembali oleh tenaga manusia.
Hal ini disebabkan oleh hasil tangan manusia yang tak sepenuhnya dapat terbaca oleh teknologi. Bentuk tulisan petugas TPS dari berbagai tempat memiliki variasi yang berbeda. Di sisi lain, OCR tidak didesain sebagai mesin yang dapat belajar atau machine learning. Oleh sebab itu, tak jarang terjadi kesalahan data.
Terdapat beberapa tahapan untuk mengenali suatu karakter yang dapat dilakukan oleh OCR. Secara umum, proses pengenalan karakter yang pertama adalah segmentasi. Dalam proses ini, wilayah objek dengan wilayah latar belakang akan dipisahkan agar objek dalam citra mudah dianalisis.
Proses selanjutnya adalah normalisasi. Dalam tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu scalling dan thinning. Scalling berfungsi untuk mengubah ukuran suatu gambar. Lain dengan scalling, thinning merupakan operasi morfologi yang digunakan untuk menghapus pixel foreground yang terpilih dari gambar biner, biasanya digunakan untuk proses mencari rangka dari sebuah objek.
Langkah berikutnya dalam proses pengenalan karakter oleh OCR adalah ekstraksi fitur, yaitu proses analisis citra dalam mengidentifikasi sifat-sifat yang melekat dari tiap-tiap karakter atau disebut juga dengan fitur dari sebuah objek yang terdapat dalam citra. Setelah tahapan ini dilalui, OCR siap memberikan hasil pengenalan karakter.
Penjelasan dan Kendala Teknologi OMR
Teknologi OMR telah dipelajari sejak tahun 1970. Dalam proses penghitungan suara, OMR digunakan sebagai sistem untuk membaca tanda bulatan pensil yang terdapat pada kertas rekapitulasi suara. Kemudian, hasil yang telah dibaca oleh sistem tersebut dipindai ke dalam bentuk data elektronik.
Teknologi OMR berguna sebagai alat bantu untuk mempercepat hasil perolehan penghitungan suara. Sayangnya, teknologi OMR dianggap kurang ramah bagi pemilih tuna aksara. Sosialisasi secara inklusif dan efektif terhadap para pemilih tuna aksara diperlukan, untuk memaksimalkan penggunaan teknologi OMR dan meminimalisir terjadinya kesalahan sistem dalam membaca hasil tulisan.
Teknologi OMR masih memungkinkan untuk tidak dapat membaca surat suara dengan benar. Hasil yang akurat bisa diperoleh melalui mesin yang dapat membaca surat suara dengan mudah dan tepat. Akan tetapi, diperlukan biaya tambahan lagi untuk operasional mesin tersebut.
Kondisi surat suara juga perlu diperhatikan guna memudahkan sistem pada teknologi OMR untuk membaca hasil perolehan suara. Ketebalan kertas hingga tinta yang digunakan pada surat suara dapat memengaruhi sistem deteksi OMR.
Salah satu negara yang menerapkan sistem OMR adalah Filipina. Untuk menjaga integritas dan kredibilitas penghitungan suara pada Pemilu Sela 2019, surat suara di Filipina dilengkapi dengan beberapa fitur keamanan, seperti barcode, tanda khusus dan ultraviolet, serta fitur rahasia lain yang dapat dibaca mesin OMR.
Filipina juga pernah mengalami masalah pada sejumlah mesin OMR yang digunakan pada Pemilu Sela 2019. Sekitar 400 hingga 600 mesin yang seharusnya digunakan untuk penghitungan suara tak dapat berfungsi dengan baik pada hari berlangsungnya pemungutan suara.
Selain sejumlah mesin yang mengalami masalah, ditemukan juga 1.665 kartu memori atau 1,9% dari total kartu memori yang digunakan untuk masing-masing mesin OMR rusak atau gagal tersinkronisasi. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknologi OMR perlu memperhatikan kualitas kartu memori yang akan digunakan untuk pemilu.
(nns/nnf)