Belantara Budaya Indonesia, Peraih Rekor MURI Indonesia 2023
GEMAGAZINE – Budaya adalah salah satu komponen penting bagi Indonesia sebagai bentuk identitas bangsa. Budaya menjadi sebuah representasi dari begitu indah dan beragamnya kekayaan kearifan lokal yang menghiasi kepulauan Indonesia. Sebagai bangsa yang dikaruniai pesona budaya yang melimpah ruah, sudah sepantasnya Indonesia mampu menjaga dan melestarikan kebudayaannya.
Dengan derasnya arus globalisasi yang mengganggu budaya bangsa, khususnya budaya lokal akan mulai terkikis. Budaya asing kini kian mewabah dan mulai mengikis eksistensi budaya lokal yang sarat makna. Agar eksistensi budaya lokal tetap kukuh, maka diperlukan pemertahanan budaya lokal. Dilaporkan Gemagazine dari Kemendikbud-Ristek, pada Sabtu (09/03/2024).
Kekhawatiran akan lunturnya kebudayaan Indonesia juga dirasakan oleh Diah Kusumawardani Wijayanti, Pendiri Yayasan Belantara Budaya Indonesia (BBI). Melihat fenomena tersebut, Diah tergerak untuk mendirikan sebuah program yang dapat berkontribusi untuk kelestarian budaya dan tradisi Indonesia. Atas keteguhannya itu, lahirlah Yayasan Belantara Budaya Indonesia, sebuah wadah untuk menyemarakkan kecintaan terhadap budaya bangsa.
BBI menjadi penggerak dalam menyebarkan kebudayaan Indonesia. Hadirnya yayasan ini mampu membangunkan jiwa cinta tanah air yang hampir tergerus oleh arus globalisasi yang lebih menonjolkan eksistensi budaya luar dibandingkan dengan kearifan budaya lokal. Hal ini tentu perlu dilestarikan sebagai upaya pelestarian kebudayaan bangsa.
Bukan hanya sebagai tonggak bangkitnya semangat anak-anak muda di Indonesia dalam berpartisipasi untuk melestarikan budaya bangsa, BBI juga menjadi wadah untuk mengekspresikan minat dan bakat anak-anak Indonesia. Komunitas ini menjadi tempat terbuka bagi siapa pun untuk menyalurkan minat dan bakatnya terhadap Kebudayaan Indonesia.
Dari Tesis hingga Menjadi Wadah Pelestarian Budaya
Sudah 11 tahun berdiri, BBI telah berpartisipasi dalam pelestarian budaya Indonesia sejak tahun 2013. Hal ini bermula ketika Diah, Pendiri BBI, melanjutkan pendidikannya di Universitas Indonesia. Saat itu Diah tengah menempuh S2 Arkeologi di UI, salah satu programnya adalah memberdayakan museum-museum yang ada di Indonesia.
Bagai pahlawan tanpa tanda jasa, melalui program tari tradisional, Diah berjuang membangun kesadaran akan kekayaan budaya Indonesia di hati generasi muda dalam melestarikan budaya lokal. Hal tersebut kemudian direalisasikan oleh Diah melalui program tari tradisional gratis di Museum Kebangkitan Nasional Indonesia.
Museum Kebangkitan Nasional menjadi saksi awal sejarah berdirinya BBI. Niat hati Diah untuk membangkitkan semangat kebudayaan pada anak-anak muda Indonesia perlahan mulai terwujud. Dari siswa yang semula hanya berjumlah 50 orang, kini sudah lebih dari 8.000 orang yang bergabung dalam BBI.
“Dan saat ini Belantara Budaya Indonesia telah memiliki 20 sekolah tari dan musik tradisional gratis, di mana siswanya 8.000 lebih, dan ada sekolah 2 khusus difabel dan 2 inklusi, di mana salah satu sekolah inklusinya itu adalah di Museum Kebangkitan Nasional,” tutur Diah ketika diwawancarai oleh Gemagazine, pada Minggu (03/03/2024).
Diah memiliki keinginan yang besar agar anak-anak muda di Indonesia dapat merasa bangga dengan budayanya sendiri. Begitu banyak budaya Indonesia yang perlu dipelajari dan dilestarikan. Menurut Diah, saat inilah waktu yang tepat untuk menjaga karunia Tuhan tersebut. Melalui BBI, banyak anak-anak muda Indonesia yang mulai tertarik untuk mempelajari budaya Indonesia.
“Kita lebih tertarik dengan budaya Indonesia, sih, dan aku juga personal lebih suka menari. Jadi, lebih tertarik aja budaya Indonesia, terus kayak kita bisa berkembang dengan budaya Indonesia, bisa mengenal budaya Indonesia lewat tari juga,” ungkap Keyla dan Nazwa, siswa Sekolah Tari Tradisional Belantara Budaya Indonesia (BBI).
Bagai sinar matahari, semangat mereka menyinari setiap sudut BBI. Antusiasme para siswa BBI juga dirasakan oleh pelatih-pelatih yang mengajar. Anisa, salah satu pelatih tari di yayasan ini mengatakan bahwa selain menjadi tempat untuk belajar budaya, BBI juga menjadi rumah kedua bagi para siswa untuk melepas penat di akhir pekan.
BBI kini sudah tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Kegiatannya berlokasi di museum-museum yang ada di Indonesia, di antaranya seperti Museum Kebangkitan Nasional, Museum Nasional, Museum Tanah Bogor, hingga Keraton Kasepuhan Cirebon.
Selain Museum, tempat hiburan seperti mall juga dijadikan sebagai sarana pelestarian budaya oleh BBI, seperti Aeon Mall Tanjung Barat dan Sarinah. Tak hanya mempelajari budaya Indonesia, BBI juga sering melakukan berbagai pementasan, seperti tari-tarian, drama musikal, bahkan panggung teater. Tak jarang juga banyak artis-artis Indonesia yang mengajak untuk berkolaborasi.
BBI sangat terbuka bagi pihak-pihak yang ingin melakukan kolaborasi. Diah mengungkapkan, kolaborasi itu penting untuk khalayak yang lebih luas dan membangkitkan semangat anak Indonesia untuk bergandeng tangan menjaga kelestarian budaya dan tradisi Indonesia bersama-sama. Kolaborasi yang pernah dilakukan oleh BBI yaitu pementasan dengan Yayasan Kanker Anak Indonesia.
Unjuk Gigi dalam New York Fashion Week
Kehebatan dan kemajuan BBI tidak perlu diragukan lagi. Berbagai prestasi telah diraih oleh komunitas ini dengan membawa kebudayaan-kebudayaan Indonesia menjadi semakin dikenal dan digemari oleh khalayak ramai. Banyaknya kompetisi ajang yang sudah dijuarai oleh BBI juga tak terhitung lagi.
Salah satu keberhasilan komunitas ini adalah Penampilan Drama Musikal Mimpi Kirana oleh BBI yang meraih Rekor MURI Indonesia pada tahun 2023 lalu. Hal ini tentu menjadi sebuah prestasi yang sangat memuaskan bagi BBI.
Tak hanya di kancah nasional, BBI juga turut menampakkan wajahnya dalam event-event Internasional. “Kemarin, kita di New York fashion week, di Kanada, di Irlandia, di Azerbaijan, dan sebentar lagi kami akan tampil di Singapura,” ujar Diah, Founder Belantara Budaya Indonesia.
BBI memang dibangun melalui dana pribadi Diah dalam kurun waktu tiga tahun pertama sejak berdirinya komunitas ini. Namun, di tahun-tahun berikutnya, Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan mulai membantu memberikan dananya untuk BBI.
Meski berlokasi di museum-museum cagar budaya Indonesia, BBI belum mendapatkan dukungan total dari pemerintah Indonesia. Dukungan yang diperoleh komunitas ini hanya berupa perizinan penggunaan museum-museum di Indonesia sebagai tempat pelaksanaan kegiatan.
Namun, Diah tetap berterima kasih kepada pemerintah Indonesia atas kontribusinya berupa perizinan penggunaan museum-museum yang ada di Indonesia. Meski begitu, Diah berharap pemerintah Indonesia dapat lebih memperhatikan lagi siswa serta program-program yang diselenggarakan oleh BBI.
“Jadi berharapnya, ke depannya pemerintah begitu, ya, bisa memperhatikan kami karena siswa kami lebih banyak sekali begitu dan berharapnya, ke depannya kita lebih diperhatikan karena kita berharap banget apa yang kita lakukan, program yang kita buat begitu, ya, bisa berkembang lebih luas. Pasti kalau ada pendampingan dari pemerintah, jangkauannya bisa lebih luas dan lebih berdampak bagi Indonesia,” tegas Diah.
Keberadaan Sumber Daya Manusia (SDM) juga menjadi tantangan bagi Diah dalam membangun komunitas ini. BBI membutuhkan banyak SDM yang mampu mewujudkan karya-karya tradisional dengan komitmen tinggi, ketulusan hati, dan kelapangan dada. Apalagi melihat siswa yang tergabung dalam komunitas ini memiliki jumlah yang cukup banyak.
Diah adalah sinar mentari yang tak kenal lelah, menyinari setiap sudut untuk memperjuangkan keberagaman budaya Indonesia. Meski menghadapi berbagai hambatan dalam memberdayakan BBI, semangat Diah tak pernah luput untuk mengajak anak-anak muda agar terus berpartisipasi dalam menggelar budaya Indonesia di kancah nasional maupun internasional.
Diah mempersilakan siapa pun yang ingin bergabung menjadi keluarga BBI. Tua atau muda, semuanya melestarikan budaya Indonesia. Dari usia 3 hingga 50 tahun, semua boleh bergabung, tanpa dipungut biaya sepeser pun.
Diah berharap, BBI mampu menumbuhkan kecintaan dan kebanggaan terhadap budaya Indonesia. “Berharapnya, ke depannya, banyak anak Indonesia yang bangga akan kearifan lokal daerahnya masing-masing dan bersama terus berkarya dan berdaya melestarikan warisan Nusantara,” pungkas Diah.
(sna/vmg)