Pelanggaran HAM Tak Diadili Meski di Depan Mata
GEMAGAZINE – Warga Palestina di Gaza terus mengalami penindasan dan intimidasi dari militer Israel. Sejak 2008, dalam penyerangan pertama Israel ke Gaza, militer Israel telah menembak penduduk sipil di Gaza. Tak sedikit anak-anak dan perempuan menjadi korban dalam penyerangan tersebut. Pelanggaran HAM yang dilakukan Israel seolah tak diadili Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB). Meski dikecam banyak negara, penyerangan Israel ke wilayah Gaza masih terus berlanjut.
Dilansir dari Aljazeera, Kementerian Kesehatan Palestina yang dikuasai Hamas menyatakan, penyerangan Israel ke jalur Gaza sejak Oktober 2023 sudah menelan lebih dari 31.000 korban jiwa pada (18/3). Jumlah tersebut bisa terus bertambah setiap harinya. Setidaknya, 92 warga Palestina tewas dalam 24 jam terakhir akibat serangan udara Israel di Gaza. Tak bisa dipungkiri, operasi militer Israel hingga saat ini terus meningkat.
Selain menyerang penduduk sipil, Israel juga sempat memblokade bantuan-bantuan yang masuk ke jalur Gaza. Adapun bantuan, seperti makanan, obat-obatan, dan pakaian sangat dibutuhkan oleh penduduk Gaza. Pasalnya, setelah kehilangan tempat tinggal dan material akibat penyerangan militer Israel, stok persediaan makanan penduduk Gaza terus berkurang. Bahkan, beberapa di antara penduduk Gaza mati kelaparan. Selain itu, akses air bersih dan juga listrik diputus oleh pemerintah Israel. Mereka mengklaim alasan melakukan hal tersebut ialah untuk melumpuhkan kelompok militan Hamas.
Penyerangan wilayah Palestina di Gaza terus dilakukan secara terang-terangan. Operasi militer darat maupun udara terus digencarkan pasukan Israel. Setelah kejadian penyerangan Hamas ke Israel, militer Israel membalas dengan menyasar fasilitas publik yang menjadi target serangan. Fasilitas yang dibombardir, seperti rumah sakit, sekolah, dan tempat ibadah mengalami kerusakan dan beberapa diantaranya hancur.
Alasan itu digunakan pemerintah Israel untuk memerangi kelompok Hamas yang bersembunyi. Menurut PM Israel, Hamas bersembunyi di fasilitas publik untuk berlindung dari serangan Israel. Selain itu, pemerintah Israel juga seolah tak peduli atas pelanggaran hukum internasional tentang HAM. Mereka juga melanggar Konvensi Jenewa IV 1949 dan Konvensi Den Haag 1907.
PBB dinilai belum bisa menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Sidang mengenai resolusi konflik Israel-Palestina sudah berkali-kali diadakan. Namun, belum juga menemui titik terang. Padahal, banyak negara dari majelis umum PBB yang menginginkan konflik Israel-Palestina berakhir damai agar memutus krisis kemanusiaan.
Lantas mengapa sampai saat ini PBB Belum bisa mengatasi konflik Israel-Palestina?
Resolusi Majelis Umum PBB muncul setelah DK PBB mengeluarkan resolusinya. Majelis Umum PBB yang beranggotakan perwakilan dari 193 negara, memiliki resolusi yang tidak mengikat secara hukum. DK PBB sendiri merupakan kelompok beranggotakan 15 orang di PBB yang bertugas menjaga perdamaian internasional dan resolusinya mengikat secara hukum.
Dari 15 orang anggota DK PBB, 5 diantaranya merupakan anggota tetap DK PBB, seperti Amerika Serikat, China, Inggris, Prancis, dan Rusia. Kelima negara ini memiliki peran penting dalam menjaga dan memelihara perdamaian dunia. Sementara itu, 10 anggota sisanya termasuk dalam anggota DK PBB tidak tetap.
Kelima negara anggota tetap DK PBB itu memiliki hak istimewa berupa hak veto. Hak veto ini memberikan kelima negara ini kekuatan suara khusus untuk memveto atau membatalkan suatu resolusi PBB. Amerika Serikat adalah salah satu anggota DK PBB yang memiliki hak veto dalam memutuskan resolusi PBB. Dalam konflik Israel-Palestina, Amerika Serikat menggunakan hak veto untuk mendukung Israel.
Keberadaan hak veto sudah banyak dikritik dan diminta untuk dihapus. Hak veto dinilai tidak demokratis dan menciptakan kekuasaan di luar ketentuan Piagam (ultra vires). Namun, hak istimewa tersebut tetap berlaku dan diterapkan dengan dalih untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Di sisi lain, hak veto seringkali dilakukan karena kepentingan negara anggota tetap PBB.