Dugaan Monopoli Proyek Jalan Lokal Lampung
GEMAGAZINE – Kerusakan jalan di Provinsi Lampung masih menjadi polemik hingga kini. Jalan rusak yang tak kunjung dibenahi menjadi pusat perhatian seluruh masyarakat Indonesia akibat viralnya video salah satu pengguna aplikasi TikTok asal Lampung bernama Bima.
Bukan hanya persoalan mengenai rusaknya jalan, tetapi juga terdapat tudingan terkait proses pengerjaan jalan yang tak bersih. Dugaan adanya monopoli dari proyek pengerjaan jalan ini membuat Pemerintah Provinsi Lampung menjadi sorotan publik akhir-akhir ini.
Dugaan tersebut muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara dana yang dianggarkan dengan praktik kerja di lapangan. Selain itu, beberapa perusahaan terkait juga masih bersangkutan dengan proyek ini meski sudah tak lagi memenangi tender.
Proyek pengerjaan jalan Lampung sendiri sudah menelan biaya ratusan miliar rupiah. Dana tersebut termasuk bantuan yang digelontorkan oleh Presiden Jokowi saat melakukan kunjungan kerja untuk meninjau proyek rekonstruksi jalan di Lampung Tengah pada bulan Oktober 2023 lalu.
“Di provinsi lampung diberikan 800 miliar anggaran dipakai untuk perbaikan 17 ruas jalan yang ada di sini,” ujar Presiden Jokowi, dilansir Gemagazine dari Sekretariat Presiden pada Senin (08/04/2024).
Pengerjaan Proyek Tidak Sesuai Spesifikasi
Berdasarkan data dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Lampung, total dana yang dikeluarkan untuk proyek pengerjaan jalan ini menghabiskan lebih dari 1,9 triliun. Besaran dana yang dikeluarkan tiap tahunnya mengalami kenaikan secara signifikan.
Dana yang dimaksud merupakan anggaran perbaikan jalan Lampung dari tahun 2020–2023. Rincian dana tersebut per tahunnya, yaitu sebesar 552 miliar pada 2020, 582 miliar pada 2021, 778 miliar pada 2022, dan terakhir mencapai 2,1 triliun pada 2023.
Kucuran dana yang cukup besar itu tak sesuai dengan pengerjaan jalan yang dilakukan di lapangan. Masyarakat Lampung masih mengeluhkan banyaknya jalan-jalan lokal yang berlubang dan membahayakan warga sekitar.
Ketidaksesuaian dalam proyek pengerjaan jalan ini juga ditemukan pada laporan hasil pemeriksaan keuangan Pemerintah Provinsi Lampung pada tahun 2020 dan 2021. Pada Laporan hasil pemeriksaan keuangan tahun 2020, terdapat beberapa proyek yang pengerjaannya tidak sesuai spesifikasi.
Salah satunya adalah hasil pekerjaan aspal dan perkerasan beton semen yang tidak sesuai spesifikasi. Pemerintah Provinsi Lampung menganggarkan Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan pada tahun 2020 senilai lebih dari Rp327 miliar dengan realisasi nilai hingga Rp280 miliar atau 85,56% dari anggaran, dilansir Gemagazine dari Badan Pemeriksa Keuangan pada Selasa (09/04/2024).
Anggaran dan realisasi tersebut diantaranya digunakan untuk pekerjaan jalan aspal dan beton berupa peningkatan ataupun pemeliharaan pada Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK).
Dari sejumlah dana tersebut, penyedia jasa konstruksi telah menyetorkan ke Kas Daerah melalui pengembalian pengurangan belanja (contra post) senilai lebih dari Rp124 juta. Namun, setelah dilakukan penghitungan ulang, terdapat adanya kelebihan belanja daerah.
Hasil penghitungan ulang menunjukkan adanya selisih harga atas pekerjaan yang tidak memenuhi spesifikasi senilai sampai dengan Rp608 juta. Kesimpulannya, terjadi kelebihan pembayaran sebesar Rp484 juta.
Kelebihan pembayaran tersebut tentu menjadi sebuah kejanggalan karena nilainya yang tak sedikit. Tidak ada kejelasan mengenai kelebihan pembayaran tersebut dimaksudkan untuk keperluan apa.
Kemudian, pada laporan hasil pemeriksaan keuangan tahun 2021, ditemukan juga kekurangan volume atas belanja hibah berupa paket pekerjaan pembangunan jalan pada dinas yang sama, yaitu dinas BMBK.
Pemprov Lampung pada LRA tahun 2021 menganggarkan Belanja Hibah senilai Rp1.7 triliun dan telah terealisasikan sebesar Rp1.6 triliun atau 97,36% dari anggaran, dilansir Gemagazine dari Badan Pemeriksa Keuangan pada Selasa (09/04/2024).
Salah satu realisasi dari anggaran tersebut dialokasikan pada Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) sebesar lebih dari Rp524 juta untuk Pekerjaan Pembangunan Jalan Non Status Gedong Meneng di Kabupaten Way Kanan.
Namun, hasil pengerjaan proyek tersebut kualitasnya tidak sesuai dengan dana yang sudah diberikan. Dari hasil perhitungan data pemeriksaan fisik pekerjaan, diketahui terdapat kekurangan volume pekerjaan senilai hingga Rp502 juta.
Dugaan Adanya Sistem Pinjam Bendera
Proyek pengerjaan jalan Lampung dikuasai oleh perusahaan lama yang “pinjam bendera” terhadap perusahaan yang memenangkan tender dan bekerja sama dengan pemerintah dalam proyek ini. Pinjam bendera sendiri merupakan istilah yang lazim digunakan untuk perusahaan yang menggunakan atau meminjam nama perusahaan lain untuk mengikuti tender pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah.
Hal tersebut dilakukan karena terdapat beberapa persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk ikut serta dalam proyek yang diselenggarakan. Salah satunya, perusahaan yang ingin bekerja sama dengan pemerintah memerlukan suatu badan hukum.
Nama PT Rindang Tigasatu Pratama diduga terafiliasi dengan beberapa perusahaan lain dalam proyek pengerjaan jalan Lampung. Pada proyek Instruksi Presiden 1 dan 2 sebesar 130 miliar rupiah tahun 2023, PT Cempaka Mas Sejati dan PT Mulia Putra Pertama memenangkan tender.
Namun, data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menunjukkan adanya keterkaitan antara PT Rindang Tigasatu Pratama dengan dua perusahaan pemenang tender tersebut. Ditemukan bahwa terdapat beberapa oknum yang memegang dua jabatan di perusahaan yang berbeda.
Ferdinand Bembin, General Superintendent PT Cempaka Mas Sejati pada proyek Instruksi Presiden (Inpres) 1, ternyata juga bekerja sebagai Junior Project Manager di PT Rindang Tigasatu Pratama.
Kemudian, Melly Nugraheni, Site Engineer PT Cempaka Mas Sejati pada proyek Instruksi Presiden (Inpres) 1, juga memegang jabatan sebagai Cost Control Engineer di PT Rindang Tigasatu Pratama.
Keterkaitan antara perusahaan-perusahan tersebut dapat dikategorikan sebagai pinjam bendera. Di mana tak hanya perusahaan yang memenangkan tender saja yang mengerjakan proyek tersebut, tetapi ada nama perusahaan lain yang ikut terlibat.
Sistem pinjam bendera ini tentu dilarang. Larangan terkait pinjam bendera ini tertuang dalam Pasal 6–7 Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan LKPP No. 9 Tahun 2019, dan Peraturan LKPP No. 9 Tahun 2018.
Tak hanya dugaan pinjam bendera perusahaan, kedua perusahaan yang terlibat dalam proyek Inpres 1 dan Inpres 2 juga pernah mengalami masalah dalam proyek pekerjaan aspal dan perkerasan beton semen yang juga bekerja sama dengan Provinsi Lampung pada tahun 2020.
Laporan hasil pemeriksaan keuangan Provinsi Lampung tahun 2020 menyebutkan mengenai kelebihan pembayaran sebesar Rp565.656.800,22 pada 22 perusahan. Dua di antaranya adalah PT Cempaka Mas Sejati dan PT Mulia Putra Pertama. PT Cempaka Mas Sejati sebesar Rp13.259.812,74, dan PT Mulia Putra Pertama minimal sebesar Rp38.710.198,50, dilansir Gemagazine dari Badan Pemeriksa Keuangan pada Selasa (09/04/2024).
Data Kementerian PUPR juga menunjukkan pada tahun 2021, khususnya dalam proyek pekerjaan pelebaran penambahan lajur Jalan Mayjen H.M. Ryacudu dengan pemenang tender PT Djuri Teknik diduga terafiliasi dengan PT Rindang Tigasatu Pratama. Dalam data tersebut ditemukan bahwa kedua perusahaan tersebut mencantumkan lokasi asphalt mixing plant dengan lokasi yang sama.
(sna/vmg)