May Day, Hari Menyuarakan Hak Buruh Sedunia
International Workers Day atau lebih dikenal dengan May Day ditetapkan sebagai Hari Buruh Internasional bagi seluruh buruh di dunia, termasuk di Indonesia. Peristiwa ini tidak terlepas dari peristiwa Haymarket pada 1 Mei 1886 di Chicago, Amerika Serikat. Pada saat itu, terjadi demonstrasi besar-besaran yang melibatkan 400.000 orang buruh.
Para buruh turun ke jalan di Kota Chicago bersama keluarga mereka selama 4 hari, sejak 1 Mei 1886. Aksi para buruh ini membuat aktivitas di Kota Chicago terhambat karena dipenuhi oleh demonstrasi para buruh yang menuntut hak-hak mereka terhadap pemberlakuan jam kerja selama 18 jam setiap harinya. Pemberlakuan 18 jam kerja ini memeras tenaga, kesehatan, dan mental para buruh. Para buruh menuntut agar jam kerja menjadi 8 jam setiap harinya sehingga angka harapan hidup para buruh terjamin dan tuntutan upah yang layak untuk kesejahteraan para buruh pada saat itu.
Sedangkan di Indonesia, pada masa Orde Lama, 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh. Bahkan, Ir. Soekarno yang pada saat itu menjabat sebagai presiden ikut merayakan Hari Buruh. Akan tetapi, pada masa Orde Baru sampai masa Reformasi, Hari Buruh ditiadakan. Hal ini merupakan imbas dari peristiwa G30S/PKI. Para buruh dianggap sebagai gerakan komunis yang diusung oleh Partai Komunis Indonesia. Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 1 Mei ditetapkan sebagai hari libur nasional atau yang dikenal sebagai Hari Buruh.
Peristiwa-peristiwa tersebut membuat para buruh dapat menyuarakan hak-hak mereka yang tertindas sehingga mereka bisa diperlakukan dan dipekerjakan dengan baik. Di bawah ini merupakan peristiwa-peristiwa besar penuntutan para buruh:
- Tragedi Haymarket
Sebelum demontrasi memuncak, gerakan para buruh dipelopori oleh organisasi pekerja, Knights of Labour. Organisasi tersebut telah melakukan berbagai agitasi dan propaganda untuk melawan kelas Bourjuis dengan tuntutan 8 jam kerja bagi para buruh. Kemudian, muncul aksi mogok kerja para buruh di Amerika Serikat sebagai bentuk protes dari mereka yang membuat kaum Bourjuis selaku pemilik perusahan panik. Dilanjutkan dengan peristiwa Haymarket yang bermula pada sistem kerja di Amerika Serikat yang memberatkan buruh. Para buruh harus bekerja selama 18 jam perhari, hal ini sudah ada sejak abad ke-19. Oleh karena itu, para buruh melakukan penuntutan untuk memperjuangkan hak-haknya dalam melakukan pekerjaan. Demonstrasi ini meliputi dua tuntutan, yaitu pekerjaan dilakukan selama 8 jam perhari dan upah yang layak untuk para buruh.
Pada saat itu, federasi buruh Amerika dan para buruh sebanyak 400.000 orang melakukan pemogokan kerja dan melakukan aksi turun ke jalan di Chicago, Amerika Serikat sehingga melumpuhkan asksesibilitas di kota tersebut. Para buruh melakukan aksi bersama istri dan anak-anak mereka selama 4 hari, sejak 1 Mei 1886. Aksi ini banyak dihalau oleh para polisi yang ditugaskan untuk membubarkan para buruh karena terus melakukan tuntutan yang ditujukan kepada Bourjuis.
Ketika itu, polisi melakukan penembakan kepada para buruh yang sulit dibubarkan sehingga membuat para buruh harus mengangkat senjata mereka. Tetapi, ketika turun dari mimbar, terjadi pengeboman yang menewaskan 1 orang dan 200 orang lainnya terluka. Hal ini menimbulkan buntut permasalahan yang pelik sehingga pada 11 November 1887, Albert Parsons, August Spies, Adolf Fischer, dan George Engel dihukum gantung. Louise Lingg menggantung dirinya di penjara karena dituduh sebagai dalang dalam peristiwa bom di Haymarket. Peristiwa Haymarket ini merupakan sebuah gebrakan baru dalam dunia pekerjaan untuk mendapatkan hak-hak para buruh yang ikut berpartisipasi menyukseskan perusahaan yang menaunginya. Dari peristiwa ini dapat diambil hikmah, yaitu setidaknya kesejarahteraan dan harapan hidup para buruh masih dapat diperjuangkan.
- Peristiwa terbunuhnya Marsinah
Marsinah adalah seorang lulusan SLTA yang bekerja sebagai buruh pabrik PT Catur Putra Surya di Porong, Jawa Timur. Beliau bergabung dalam organisasi SPSI unit kerja PT CPS di lingkungan perusahaan yang membawanya menjadi pemimpin dalam aksi demonstrasi penuntutan buruh pada 4 Mei 1993. Para buruh menuntut upah Rp1.700 menjadi Rp2.250 sehingga Marsinah dituding telah melakukan kerugian bagi perusahaan.
Kemudian, pada 5 Mei 1993, Marsinah dinyatakan hilang dibawa sekelompok orang hingga ditemukan tewas di sebuah gubuk di hutan Dusun Jegong, Desa Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur pada 8 Mei 1993. Marsinah mengalami kekerasan karena diculik oleh algojo orang-orang suruhan dari atasan perusahan tempatnya bekerja.
Adanya peristiwa penuntutan para buruh membuat tatanan pekerjaan para buruh mulai berubah secara berangsur-angsur dengan memiliki fungsi sebagai berikut:
- Jam operasional pekerjaan para buruh fleksibel
Ketika terjadi penuntutan buruh di Amerika Serikat terkait jam kerja yang awalnya 18 jam menjadi 8 jam membuat para buruh tidak terkuras waktu dan tenaganya sehingga hak-hak buruh untuk mendapatkan jam kerja yang layak sangat penting untuk ditegakan. Hal ini menyangkut keberlangsungan kehidupan para buruh.
- Kebutuhan finansial terpenuhi
Untuk menjamin kesejahteraan bagi para buruh, maka upah yang mereka terima haruslah sesuai dengan kinerja yang telah mereka lakukan sehingga para buruh dapat terpenuhi kebutuhan sehari-harinya serta dapat menunjang kehidupannya di masa depan.
- Berdirinya komunitas buruh
Sejak tragedi Haymarket, banyak organisasi buruh bermunculan diberbagai negara untuk menegakan hak-hak mereka. Di Indonesia, ada beberapa komunitas buruh yang masih aktif sampai sekarang, yaitu Serikat Pekerja Nasional, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, International Labour Organization, dan Federasi Serikat Buruh Independen.
- Kebebasan berpendapat bagi buruh
Buruh yang hak-haknya direnggut dapat menyuarakan pendapatnya, hal ini merupakan imbas dari peristiwa-peristiwa para buruh yang terdahulu sehingga kebebasan bersuara bagi buruh dapat dilakukan melalui forum organisasi, berdiskusi bersama, atau melakukan demonstrasi langsung.
Penulis: Melan Eka Lisnawati
Penyunting: Yuliyanti
Foto: Dokumentasi Pribadi