Semangat Idulfitri Jadi Dorongan dan Arahan di Hari Pendidikan
Idulfitri adalah peringatan besar bagi umat Islam sebagai hari kemenangan. Dalam prosesnya, ada puasa yang dijadikan ajang untuk menahan hawa nafsu. Berbicara tentang puasa dipercayai bahwa perbuatan yang kita lakukan akan dilipatgandakan sehingga hari-hari dijalani dengan penuh syukur atas nikmat yang ada.
Setelah Idulfitri kita sudah seharusnya meneruskan kebaikan yang diakukan di bulan Ramadan. Kebaikan itu bisa dimulai dari rasa empati. Empati diyakini berhubungan dengan puasa sebab merasakan lapar yang dirasakan oleh orang-orang miskin. Di akhir Ramadan ada momentum sangat unik yaitu zakat fitrah yang diartikan sebagai terusan dari rasa empati yang diimplementasikan dengan cara berbagi.
Islam sangat concern terhadap hal yang menjadi sarana pendekatan diri kepada Allah SWT. Konsentrasi ini salah satunya menghasilkan sesuatu yang sulit diucapkan yaitu minta maaf. Minta maaf dan memaafkan adalah ciri khusus bulan Ramadan sebagai bulan pengampunan dosa hingga hal ini perlu dilestarikan sebagai character building.
Perayaan Idulfitri tahun ini berdekatan dengan Hari Pendidikan tentu menjadi momen yang sangat berkaitan dengan harkat dan martabat pendidikan sebagai rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Perkembangan pendidikan berpacu kepada kepada Tuhan Yang Maha Esa, kreatif, dan bertanggung jawab. Dalam undang-undang pun selaras bahwa pendidikan dijadikan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Karena itu, janji Allah SWT yang ingin mengangkat orang bertakwa itu perlu proses. Seperti halnya dalam mengejar pendidikan yang maju harus ada lika-liku yang dilalui. Sejalan pula dengan konteks bulan puasa dan Idulfitri yang terdapat empat langkah yaitu ilmu, niat, kesabaran, dan ketakwaan yang diimplementasikan dalam kemenangan yang diartikan sebagai manusia yang berkepribadian.
Idulfitri dijadikan sebagai penanaman kesabaran, kedisiplinan, dan konsistensi melalui hal yang sering dilakukan mulai dari sahur sampai berbuka puasa. Maka dari itu, ada dua perpaduan tercipta yaitu pendidikan berbasis rekayasa yang mengajarkan supaya menjadi orang baik dan pendidikan orisinal yang dilakukan keluarga di rumah.
Di penghujung Ramadan, kita diberikan kekosongan jiwa untuk saling memaafkan terlepas dari beban kebencian untuk saling menghargai dan toleransi dengan siapa pun. Selain itu, budaya untuk saling memaafkan di Indonesia sangatlah beragam sebagai bentuk yang perlu kita syukuri mulai dari sungkeman dan halalbihalal dikemas dalam rangka positif.
Hal positif inilah yang perlu dicanangkan oleh tenaga pendidikan sebagai seseorang yang dekat dengan orang yang mengenyam bangku pendidikan perlu diterapkan semangat kebersamaan, kebaikan, dan bersaing dalam kebaikan yang perlu diteruskan. Selain itu, ditanamkan kerendahhatian seperti orang yang membaca takbir bahwa Tuhan itu segala-galanya.
Di era sekarang, pendidikan sangatlah krisis akan suri tauladan sebab masih banyak orang yang terlibat korupsi padahal mereka mengenyam pendidikan tinggi yang tertanam pula pembelajaran agama dan budi pekerti. Namun, implementasi moralitas pendidikan agama tidak diimplementasikan dengan baik sehingga semangat pendidikan ini perlu kita pikir kembali salah satunya dengan menjadi agen pendidikan yang mampu berperilaku baik kepada orang lain dan memberikan citra baik terhadap pendidikan sehingga orang tidak berpikir untuk antipati terhadap pendidikan.
Sedangkan, pesan untuk mahasiswa dalam rangka hari pendidikan ini perlu ada pondasi positif yang dibangun. Perlu konsistensi dalam mewujudkan pendidikan bangsa dan negara sehingga pendidikan mampu memberi kontribusi kepada negara. Serta mahasiswa perlu berpegang teguh lebih erat kepada falsafah negara sebagai pilar untuk menghindari cara berpikir radikal.
Artikel ini bersumber dari wawancara khusus di Hari Pendidikan Nasional bersama dosen PNJ yaitu Nur Ahmad Soim S.Fil. selaku tenaga pengajar di bidang pendidikan keagamaan di Jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan.
Penulis: Melan Eka Lisnawati
Penyunting: Farah Andini
Foto: Pexels