Mengenal Berbagai Bentuk Pelecehan Seksual di Lingkungan Kampus
Pelecehan seksual seringkali terjadi baik pada perempuan maupun laki-laki. Di dunia perguruan tinggi sendiri tak jarang pula sudah banyak memakan korban. Pelecehan seksual bisa terjadi dalam bentuk perlakuan apa saja baik secara tindakan ataupun verbal.
Berbicara soal pelecehan seksual seringkali masih dianggap tabu oleh sebagian orang. Karena hal tersebut, tak jarang banyak korban yang enggan melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya.
Dilansir dari detik.com, Kemendikbudristek mengeluarkan Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Sesuai dengan yang terkandung dalam Permendikbud, yang dimaksud dengan kekerasan seksual ialah setiap tindakan yang menganggap rendah, mencela, menghina, menyerang tubuh, maupun menyerang fungsi reproduksi seseorang dikarenakan ketimpangan relasi kuasa maupun gender, yang dapat menyebabkan korban menderita fisik, psikis, bahkan mengganggu kesehatan reproduksi seseorang, dan menyebabkan seseorang kehilangan kesempatan untuk menempun pendidikan di perguruan tinggi dengan kondisi yang aman dan optimal.
Bentuk kekerasan seksual berdasarkan Permendikbud No. 30 Tahun 2021 Pasal 5, antara lain:
- menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban
- memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban
- menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban
- menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nnyaman
- mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang korban
- mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban
- mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban
- menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban
- mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi
- membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban
- memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual
- menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban
- membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban
- memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual
- mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual
- melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi
- melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin
- memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi
- memaksa atau memperdayai korban untuk hamil
- membiarkan terjadinya kekerasan seksual dengan sengaja
- melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya.
Sementara itu, terdapat tujuh kondisi persetujuan korban tidak sah. Persetujuan korban pada bentuk-bentuk kekerasan seksual di atas tidak sah bila korban memiliki kondisi berikut:
- memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
- mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya
- mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba
- mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur
- memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan
- mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility)
- mengalami kondisi terguncang
Setelah membaca Permendikbud di atas, kita semua diharapkan dapat sama-sama membantu untuk saling mencegah terjadinya pelecehan seksual di sekitar kita. Terlebih lagi PNJ tengah membentuk tim Satgas PPKS yang kita semua harapkan dapat menyongsong adanya sivitas kampus yang aman dan optimal. Kita semua berhak merasa aman dan nyaman.
Penulis: Hanna Ratih Aninditya
Penyunting: Farah Andini
Foto: istockphoto