Biaya Berpolitik Semakin Tinggi, Anak Muda Bisa Apa?

Foto: Unsplash.com

 

“Tingginya biaya politik dalam sistem demokrasi kita tentu akan berdampak pada tindakan-tindakan untuk mengembalikan biaya politik yang telah dikeluarkan, secara substansial tindakan ini akan memunculkan dasar-dasar korupsi.” – Artidjo Alkostar.

Gemagazine – Muda adalah kekuatan, itulah kata yang acapkali diucapkan oleh segelintir politisi muda tanah air. Pergerakan kaum muda telah membuktikan diri dalam momentum besar negeri ini, mereka tampil bak penerobos paling depan di kala elit-elit negeri sedang enak-enakan berebut bangku kuasanya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa semakin bergantinya tahun politik, biaya yang dikeluarkan para calon anggota DPR, DPRD, hingga kepala daerah semakin tinggi. KPK telah melakukan survei dana yang harus dimiliki para calon untuk melaju menjadi kepala daerah tingkat II , yakni sebesar Rp20-30 miliar dan gubernur Rp100 miliar.

Politisi Muda Jadi Korban

Jika diibaratkan, dana dan kuasa adalah dua sisi mata uang yang saling melengkapi juga saling menguatkan. Dana menjadi modal untuk merebut kekuasaan, kuasa menjadi alat penting untuk mengumpulkan dana. Demikian seterusnya, sehingga tidak ada pemegang kekuasaan yang tak berniat mengumpulkan dana. Sebaliknya, tak ada pemilik dana yang bisa mengabaikan kekuasaan. Di titik inilah hubungan partai politik dengan uang menjadi tak terpisahkan.

Tingginya ‘ongkos’ politik yang terjadi di Indonesia tentu menimbulkan banyak pertanyaan dan kontroversi. Politisi muda digadang-gadang kerap menjadi kaum yang rentan terhadap permasalahan ini.

Kini, politisi muda yang hanya mengandalkan ide, sumber daya dan kompetensi seringkali terjebak dan akhirnya jatuh saat berhadapan dengan realita biaya politik. Pengamat Politik, Ari Dwipayana, menyebutkan bahwa politik uang atau money politic adalah salah satu faktor penyebab demokrasi berbiaya tinggi. 

Sekalipun jika semua calon selalu mengatakan bahwa mereka tidak terlibat dalam politik uang, kenyataannya warga akan bisa menunjukkan bagaimana para calon itu menggunakan uang untuk ‘membeli suara’ di daerah pemilihan mereka. Jika tradisi politik ini terus dilanjutkan dapat dikatakan politik uang merupakan mata rantai dari terbentuknya kartel politik.

Perlu Pembenahan Sistem Politik

Birokrasi, sistem, dan aturan menjadi hal krusial ketika berbicara tentang political way juga demokrasi. Agar reformasi pembiayaan pemilu dapat dijalankan dengan baik, paling tidak ada dua hal penting yang harus diperhatikan. Pertama, menetapkan tujuan politik (political goals) dari regulasi dan implementasi tentang pembiayaan pemilu. Kesepakatan para calon anggota yang bertarung dalam menentukan political goals perlu sebagai bagian penting untuk diaplikasikan bersama.

Kedua, dalam melakukan reformasi pembiayaan pemilu, kita perlu mengawasi konteks lembaga-lembaga politik yang ada. Misalnya sistem pemilu, pola pengorganisasian partai politik, sistem kepartaian dan model perwakilan parlemen yang bekerja di sebuah negara perlu diamati secara mendalam. (MFH/SP)