Mematahkan Stigma Perempuan di Kalangan Masyarakat

Foto: pexels.com

Kata stigma berasal dari bahasa Inggris yang berarti noda atau cacat. Apabila melihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), stigma memiliki arti negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya. Stigma ini dapat berupa labelling hingga diskriminasi. 

Pada zaman dahulu, perempuan berada pada strata kedua di masyarakat. Pemberian berbagai macam stigma negatif kepada perempuan terbentuk secara turun-temurun dan menjadi suatu hal yang sudah biasa dilakukan di era itu. 

Kesetaraan gender merupakan salah satu hak asasi kita sebagai manusia. Hak untuk hidup secara terhormat, bebas dari rasa ketakutan, dan bebas menentukan pilihan hidup tidak hanya diperuntukan bagi para laki-laki, tetapi perempuan pun mempunyai hak yang sama pada hakikatnya. 

Sampai saat ini, stigma masyarakat tentang perempuan masih kental adanya. Sering kali perempuan dianggap lemah sehingga menciptakan pola pikir tentang perempuan yang seharusnya bekerja di dapur dan mengurus keluarga. Selain itu, perempuan kerap kali hanya dijadikan sebagai sosok pelengkap laki-laki. Mayoritas perempuan dianggap tidak dapat memiliki peran yang besar di kehidupan bermasyarakat, tidak layak untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi, dan tidak dapat menjadi seorang pemimpin. Semua pandangan tersebut dapat menimbulkan permasalahan terutama dalam memenuhi hak perempuan.

Setiap manusia pasti memiliki pemahamannya sendiri mengenai sesuatu hal seperti jam pulang kerja. Ada yang mengatakan jika wanita yang pulang larut malam adalah wanita yang memiliki pekerjaan yang tidak benar. Namun, ada juga yang mengatakan perempuan yang pulang larut malam memang benar-benar bekerja, hanya saja ia mendapatkan jam kerja malam. Begitu pula dengan pandangan manusia tentang hal lain. Tiap orang sudah memiliki jawabannya sendiri mengenai hal itu. Jadi, ketika berbicara tentang apapun, semua yang ada di pikiran merekalah yang mereka anggap benar. 

Semua stigma negatif yang ada di masyarakat tentang perempuan perlu diubah agar perempuan dan laki-laki dapat memperoleh hak yang sama dalam berpartisipasi, mengambil keputusan, hingga peran yang mereka inginkan. Kita sebagai generasi penerus bangsa harus bisa mengubah stigma negatif tersebut untuk mewujudkan kesetaraan gender dengan usaha-usaha kecil seperti memberikan pemahaman mengenai kesetaraan gender, pengaruh, hingga dampak dari stigma tersebut. Selain itu, kaum perempuan harus bisa menggunakan kekuatan diri sendiri untuk lebih terlihat percaya diri dalam mendefinisikan dan mengkomunikasikan apa yang kita harapkan dalam suatu hubungan dalam bermasyarakat. (VMG/INM)