Menengok Perkembangan Industri Kendaraan Listrik di Indonesia
Foto: pexels.com
Transisi menuju era elektrifikasi semakin gencar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia yang telah menerapkan sejumlah kebijakan yang mendukung hal tersebut. Kehadiran kendaraan bertenaga listrik diprediksi akan semakin populer di masa depan karena keunggulannya yang lebih ramah lingkungan. Saat ini, kendaraan listrik sedang mengalami perkembangan pesat di sejumlah negara.
Perkembangan mobil listrik telah dimulai sejak satu dekade yang lalu. Transisi dari penggunaan kendaraan konvensional ke kendaraan listrik didorong oleh kesepakatan negara-negara di dunia untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
Demikian pula di Indonesia, industri otomotif Indonesia sedang mengalami transisi menuju industri yang lebih ramah lingkungan. Hal ini terbukti dengan adanya pernyataan kesiapan Indonesia untuk memasuki era kendaraan listrik melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle atau BEV).
Peraturan Presiden ini mencakup upaya percepatan yang melibatkan pengembangan industri kendaraan bermotor listrik (KBL), penyediaan infrastruktur Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), dan pengaturan tarif tenaga listrik untuk KBL berbasis baterai.
Faktor Kekurangan Penggunaan Kendaraan Listrik
Faktanya, masyarakat masih enggan menggunakan kendaraan listrik karena beberapa alasan, antara lain adalah harganya yang menjadi kendala, kekhawatiran terkait perawatan yang berbeda dengan kendaraan konvensional, kesulitan dalam mencari fasilitas pengisian baterai di pedesaan maupun di daerah terpencil, serta kurangnya edukasi mengenai teknologi EV (Electric Vehicle).
Kesulitan mendapatkan unit kendaraan listrik di daerah tempat tinggal juga menjadi salah satu alasan masyarakat enggan menggunakannya. Masalah keamanan kendaraan listrik saat terkena banjir juga menjadi kekhawatiran yang dirasakan masyarakat. Mereka merasa cemas ketika menggunakan kendaraan listrik saat cuaca sedang hujan.
Selain itu, penyebab masyarakat masih enggan menggunakan kendaraan listrik adalah dari sisi harga. Mahalnya kendaraan listrik disebabkan oleh tingginya biaya produksi baterai. Kenaikan itu menyebabkan harga EV butuh waktu lebih lama untuk turun.
Faktor pendukung lainnya adalah harga kendaraan listrik yang masih tergolong tinggi dibandingkan dengan kendaraan konvensional. Kemudian jarak tempuh dan waktu pengisian daya juga menjadi beberapa hal yang menjadi alasan mereka tidak tertarik beralih ke EV.
Dalam hal ini, masyarakat Indonesia perlu diarahkan untuk beradaptasi dengan peralihan dari penggunaan kendaraan berbahan bakar minyak (BBM Subsidi) ke mobil listrik yang memiliki perbedaan cukup signifikan. Sebagai contoh, untuk mengisi bahan bakar konvensional, mungkin hanya memerlukan waktu 2-3 menit untuk mengisi 10 liter. Namun, untuk mobil listrik, perlu mencari lokasi stasiun pengisian listrik terlebih dahulu, dan harus menunggu sesuai dengan waktu pengisian yang telah ditentukan.
Dengan adanya beberapa alasan di atas, masyarakat masih enggan menggunakan kendaraan listrik. Disisi lain, terdapat pula kelebihan yang dirasakan saat masyarakat mulai beralih menggunakan kendaraan listrik, seperti ramah lingkungan, biaya perawatan yang hemat, jarak tempuh yang jauh dengan sekali pengisian, dan bebas ganjil genap. (AAJ/GIM)