Polemik UU Kesehatan: Apa Dampaknya Bagi Masyarakat?

Foto: Hellosehat.com

Gemagazine – Undang-Undang (UU) Kesehatan tengah jadi sorotan utama di kalangan masyarakat, khususnya para dokter di Indonesia setelah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa (11/7) lalu. UU Kesehatan dinilai tidak transparan dan terlalu terburu-buru dalam pengesahannya. Serangkaian perubahan dalam UU Kesehatan kini memicu polemik dan perdebatan dari berbagai pihak. Lantas apa dampaknya bagi masyarakat? Siapa yang diuntungkan dari pengesahan ini?

Tak sedikit pihak yang setuju dengan pengesahan UU Kesehatan ini. Fraksi Partai Demokrat dan PKS menolak keras pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Selain itu, lima organisasi profesi dokter serta tenaga kesehatan pun mengecam adanya UU Kesehatan tersebut.

Beberapa pasal di UU Kesehatan menuai kontroversi dari berbagai pihak, seperti mandatory spending yang dihapus dalam UU Kesehatan, perlindungan tenaga kesehatan dan medis, perizinan dokter asing berpraktik di rumah sakit Indonesia, hingga Surat Tanda Registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup.

Dampak UU Kesehatan

Salah satu dampak UU Kesehatan bagi masyarakat yang pertama adalah penghapusan mandatory spending atau wajib belanja. Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Mohammad Adib Khumaidi beranggapan penghapusan mandatory spending itu akan membebani biaya kesehatan yang ditanggung masyarakat semakin besar.

Pasalnya peningkatan kualitas kesehatan tidak bisa diharapkan kepada program yang dilakukan pemerintah daerah. Ia juga menilai mandatory spending yang dihilangkan dalam UU Kesehatan akan mempengaruhi banyak pelayanan dasar di fasilitas kesehatan daerah.

Selain itu, UU Kesehatan tidak hanya dirasakan oleh masyarakat, tentunya dari tenaga medis juga ikut terdampak. Isu yang mendapat perhatian khusus dari tenaga kesehatan adalah kemudahan dalam memberikan izin bagi dokter asing yang ingin berpraktik di Indonesia.

UU Kesehatan tersebut memberikan kemudahan persyaratan bagi dokter asing yang ingin membuka praktik di Indonesia. Persyaratan tersebut mencakup perubahan pada Surat Tanda Registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup dan minimal praktek Surat Izin Praktik (SIP) sesuai dengan Pasal 233 UU Kesehatan. Aturan ini tentunya mencabut peran organisasi profesi dalam menentukan persyaratan praktik tenaga kesehatan. Surat rekomendasi dari organisasi profesi dapat menunjukkan bahwa calon tenaga kesehatan memiliki etika dan moral yang baik.

“Diberlakukan UU ini maka pelayanan kesehatan itu tidak bisa dilihat lagi karena dokter pun tidak bisa mengendalikan itu, tapi dokter akan dikendalikan oleh industri. Kesehatan profesi medis itu profesi yang mestinya menolong bukan jual beli atas sakitnya pasien, bukan mencari keuntungan dari penyakit yang diderita pasien,” ujar Prof. Dr. dr. Zainal Mutaqqin, Pakar Bedah Epilepsi.

Di Akhir Periode Kemenkes Tergesa-gesa?

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, terus mendukung kelolosan UU Kesehatan karena beranggapan hal tersebut membawa perubahan baik bagi masyarakat. Ia menyoroti fakta bahwa angka kematian tertinggi disebabkan oleh penyakit seperti stroke, jantung, dan kanker. Selain itu, kekurangan jumlah dokter serta rumah sakit juga menjadi masalah serius, terutama dalam kasus kelainan jantung bawaan pada anak- anak.

“Kematian paling banyak di masyarakat kita adalah stroke yaitu 300.000 per tahun, jantung 250.000 per tahun, kemudian kanker 234.000 per tahun. Anggaran saya cukup untuk mengatasi kekurangan fasilitas pada rumah sakit tapi tidak ada dokternya. Untuk butuh dokternya kita butuh waktu 15 tahun untuk mengejar ketertinggalan masyarakat yang kematiannya hampir 250.000,” ujar Budi Gunadi.

Budi Gunadi berencana mengatasi masalah ini dengan mengamankan pinjaman luar negeri yang besar untuk memperbaiki infrastruktur rumah sakit di seluruh Indonesia. Namun, perhatian utamanya adalah kekurangan jumlah dokter yang tentu menyebabkan masyarakat kesulitan dalam mengakses layanan masyarakat. Oleh karena itu, Budi ingin mengubah undang-undang untuk meningkatkan jumlah dokter dan mendistribusikannya secara merata. (RY/TMM)