Kasus Pasien RSPI Sulianti Saroso Tak Ditangani Spesialis Karena Libur
Foto: Unsplash.com
Gemagazine – Baru-baru ini, heboh pengacara Hotman Paris memprotes pelayanan di RSPI Sulianti Saroso. Ia menyebut ada seorang pasien dalam kondisi kritis tidak dilayani langsung oleh dokter spesialis saraf setempat karena beralasan sedang libur.
Hotman mempertanyakan sumpah profesi dokter yang bersangkutan untuk menjamin keselamatan pasien. Pada faktanya, pasien berinisial (I) disebut sudah tiga hari berada di ICU dan hanya ditangani oleh dokter jaga.
Kasus Perkara
Kronologi kejadian disebut pihak RS bermula dari pasien berinisial (I) dirawat pada Jumat (21/7). Pasien dinyatakan mengidap stroke hemoragik.
Ia mengaku mendapatkan informasi dari suami pasien yang berprofesi sebagai sopir. Saat datang ke RS, pasien langsung ditempatkan di ruang ICU, tetapi hanya dokter jaga yang mendampinginya.
Di luar kasus tersebut, menurut Hotman ada perbedaan ketika pelayanan dilakukan khusus masyarakat kelompok menengah ke atas. Bahkan, menurutnya ada cerita pasien yang mendapatkan fasilitas langsung ditemani dokter spesialis saat perawatan dipindahkan ke Singapura.
“Sopir ini istrinya sakit hipertensi yang sangat gawat berhari-hari di ICU. Akan tetapi, dokter sarafnya berinisial (M) tidak mau datang dengan pemeriksaan alasan libur, hanya disuruh dokter jaga melalui telepon. Bayangkan sakit hatinya seorang suami,” beber Hotman dalam akun Instagram pribadinya, dilansir dari detikcom pada Selasa (25/7/2023).
“Benar-benar sangat memprihatinkan,” terang Hotman, sembari menyoroti perbedaan pelayanan pasien dengan ekonomi kelas atas yang kerap mendapatkan prioritas.
Kebijakan Rumah Sakit
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Kewajiban Rumah Sakit pada bagian ke satu umum pasal 6 ayat (1), bahwa kewajiban rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai standar pelayanan rumah sakit.
Selain itu, ayat (5) yang berbunyi bahwa pelayanan kesehatan yang anti diskriminasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dengan tidak membedakan pelayanan kepada pasien dalam memberikan pelayanan kesehatan, baik menurut ras, agama, suku, gender, kemampuan ekonomi, orang dengan kebutuhan khusus (difabel), latar belakang sosial politik dan antar golongan.
Tertuang juga dalam sumpah profesi dokter yang berjanji “Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat.
Menurut Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit terdapat tujuh standar keselamatan pasien tersebut, salah satunya adalah hak pasien.
Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien, dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya hal yang tidak diharapkan. (AAJ/TMM)