Bookhive: Gaya Literasi Baru di Ruang Terbuka

0
Foto: Gemagazine/Muhammad Ardiansyah

Inilah Jakarta di waktu pagi menjelang siang, teriknya matahari menghantarkan angin bertiup hangat. Akhir pekan kali ini akan kuniatkan untuk sekadar nongkrong seraya mencari suasana berbeda untuk membaca buku.

Pada perjalanan kali ini, terlintas dalam benakku sebuah taman di pusat kota Jakarta, yaitu Lapangan Banteng di daerah Pasar Baru, Jakarta Pusat. Dengan motor, aku mengarungi lautan polusi dan sepinya jalan di hari Minggu. Sesampainya di sana, aku langsung berjalan menyusuri tepi taman sambil memakan kudapan yang kupegang.

“Ketemu!” sontakku.

Terlihat dari kejauhan, sebuah rak kayu berbentuk miniatur rumah dengan lingkaran kaca kecil di tengahnya, perpustakaan minimalis satu ini terkesan tampak unik. Cepat-cepat aku berlari kecil untuk menghampirinya.

Idealnya, perpustakaan identik dengan ruangan tertutup dan sunyi, banyak koleksi buku disusun dengan rapi, tempat yang sempurna untuk membaca. Namun, perpustakaan yang aku temui kali ini berbeda, aku memadukan atmosfer dari dua kegiatan menjadi satu waktu, nongkrong dan membaca buku. 

Bookhive namanya, perpustakaan kecil gratis yang terletak di beberapa taman Jakarta. Perpustakaan kecil ini didirikan oleh Farid Hamka, warga Jakarta yang mempunyai rasa gemar membaca.

Melihat isi Bookhive, ternyata menyimpan buku bekas yang terdiri dari judul-judul menarik, mulai dari rohani, motivasi, non-fiksi yang jenaka, novel terlaris hingga cerita pendek dan puisi yang diterbitkan sendiri, cukup menggoda. Uniknya buku yang ada di Bookhive dapat dipinjam, dibawa pulang, dan didonasikan.

 Aku duduk dan bersandar di tiang bangunan sembari membaca buku, ditemani anak angin yang melipir membawa sejuknya taman, melongok ke sekelilingku cukup banyak orang yang membaca buku.

Terlintas dalam bayangku bahwa masih ada banyak orang kreatif yang berbuah ide cemerlang terhadap perkembangan literasi masyarakat. Walaupun, literasi belum terkesan sesuatu yang autentik di kota besar. 

Konsep yang sudah dipamerkan ini menjadi sebuah penghargaan bagi kota Jakarta hingga eksistensi Bookhive sendiri sudah mulai digandrungi oleh warga media sosial, khususnya para penggemar buku yang memublikasikan kegiatannya bersama Bookhive.

Gagasan kreatif ini berasal dari Amerika dan Jerman. Dinas Pertamanan dan Pelayanan Perpustakaan DKI Jakarta merespons kehadiran Bookhive dengan sangat baik sehingga perpustakaan ini sudah beredar di tujuh lokasi sekitar Jakarta.

Seketika rasa penasaran ini muncul, ingin tahu apa pendapat orang lain tentang Bookhive. Aku mencoba menoleh ke kanan dan melihat seorang remaja berkacamata, bersandar di tepi rak sambil membaca buku.

Aku menyapanya dan bertanya tentang bagaimana pandangannya atas kehadiran Bookhive.

“Ini merupakan pengalaman pertama untuk mendapatkan suasana baru untuk membaca, kehadiran Bookhive juga menambah daya tarik minat baca masyarakat sekitar. Terutama kawula muda yang hobi jalan santai, tetapi juga bermanfaat, Bookhive jadi referensi kongko di sore hari, ya,” sahutnya.

Setelah mendengar tanggapannya, aku merespon dengan girang,

“Setuju banget, pemikiran kita sama, ya,” ungkapku.

Memang, Bookhive sangat cocok untuk anak muda yang memiliki hobi nongkrong, tetapi juga ingin bermanfaat. Berkat Bookhive yang berada di ruang terbuka, anak muda bisa melakukan aktivitas apapun. 

Bookhive sangat berpengaruh bagi preferensi literasi masyarakat, mengingat minimnya minat membaca di Indonesia. Masyarakat juga perlu wadah terhadap bacaannya untuk meningkatkan pendidikan literasi dan terbukti inisiatif program ini juga didukung oleh kalangan pihak sekitar.

Setelah mengusaikan diskusiku dengan pengunjung, aku bergegas kembali pulang untuk mengejar waktu yang hampir menutup senja kota Jakarta. Cukup senang bisa mendapatkan ilmu pengetahuan dan pengalaman baru kali ini. (SJ/FT)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *