Kisah Cucum: Pertarungan Gapai Harapan di Muara Baru
Foto: Muhamad Ardiyansyah
Jakarta, GEMAGAZINE—Kampung Muara Baru atau akrab dikenal Kampung Bengek, perkampungan di sekitar Pantai Mutiara, Penjaringan, Jakarta Utara pada Sabtu (7/10).
Kampung Bengek diketahui berasal dari lahan luas milik perusahaan BUMN, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) yang tumbuh menjadi pemukiman kumuh terselubung di pinggiran ibu kota. Cucum (51), salah seorang warga, mulai mengadu nasib kehidupan bersama keluarga kecilnya sejak 2015 di kampung ini.
Tembok panjang setinggi tujuh meter menjadi benteng penyelamat kehidupan bagi warga Muara Baru. Dikelilingi rumah usang dengan bentuk tak beraturan terbagi dalam gang-gang dan dipisahkan oleh jalan kecil berukuran satu meter. Model rumah di Kampung Bengek mengikuti gaya rumah panggung, berdempetan, saling terhubung antara rumah satu dengan rumah yang lainnya.
Rumah Cucum terletak di tengah kumpulan rumah warga pada blok tersebut. Hal ini berdampak pada hubungan kedekatan Cucum dengan tetangga sekitar semakin erat.Berbeda dari tetangga sekitar, Cucum memanfaatkan tempat tinggalnya menjadi ladang sumber kehidupan dengan membantu sang suami membuka warung kecil. Ia menjual makanan, minuman, dan beberapa kebutuhan hidup lainnya yang diperlukan tetangga. Banyak rintangan yang menghampiri Cucum sebagai pedagang, istri serta ibu dari kedua anak lelakinya. Hidup dalam keterbatasan membuat Cucum dan keluarga menjalani hari dengan penuh ketegaran, tawakal, dan harapan kepada Tuhan YME.
Tempat Baru, Nasib yang Sama
Sebelum melanjutkan kehidupan baru sebagai warga Kampung Bengek, Cucum adalah warga yang terkena gusuran dari Waduk Pluit, Jakarta Utara. Baginya, menetap di lahan kosong secara tidak resmi merupakan langkah yang tepat agar bisa melanjutkan kehidupan. “Buat makan sehari-hari aja susah, apalagi buat ngontrak rumah. Kalau di sini kan ya cuman bayar satu kali waktu itu Rp200.000, ibaratnya buat uang paku aja tinggal di sini,” ujar Cucum. Terlilit kondisi ekonomi yang sulit membuat Cucum dan keluarga harus menerima keadaan bahwa mereka tinggal di lahan milik perusahaan. Sadar akan kemungkinan yang terjadi jika sewaktu-waktu ia akan mengalami penggusuran kembali. Sempat berkeinginan untuk pindah ke tempat lebih layak sebelum terkena gusuran, tetapi Cucum sadar akan kondisi ekonominya dan lebih mensyukuri memiliki tempat tinggal yang berdampingan dengan laut. Delapan tahun sudah suami Cucum menjual hasil laut kepada tengkulak sekitar. Penghasilan harian yang tak menentu membuat ia sekeluarga harus gigit jari karena tak dapat membeli bahan makanan. “Ya makan, mah, di sini seketemunya aja, Dek. Kalau lagi bisa makan, ya makan, kalau lagi enggak, ya tahan aja dulu. Pasrah diri aja sama Allah,” jelas Cucum.
Antara Kebutuhan, Kepasrahan dan Kekeluargaan
Tak hanya Cucum, tetangganya juga merasa kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Sebagai pemilik warung, Cucum terkena imbas dari kesulitan ekonomi yang dialami tetangga. Dengan lapang dada, ia memberikan keringanan bagi tetangga yang ingin berutang terlebih dahulu saat membeli barang dagangannya. “Wallahualam aja ibu mah, berdoa kepada Allah (Swt). Alhamdulillah kan walaupun menurut mata mah dikurangin barang kita, tapi kalau Allah berkehendak lain mah dicukupin lagi barangnya (dagangan),” kata Cucum. Dengan kekuatan doa dan tawakal, warung Cucum tetap berdiri di antara banyaknya warung sekitar yang gulung tikar akibat dari utangan tetangga. Warungnya menjadi penyelamat dalam pemenuhan kebutuhan hidup yang mendesak. Ikatan kekeluargaan terbentuk erat atas garis kemiskinan menghiasi kehidupan blok perumahan Cucum. Jauh dari perpecahan, semua hidup dengan damai, bersama-sama menjalani lika-liku kehidupan.
Kemenangan Gapai Harapan
Meski hidup serba kekurangan dan tak pernah mengenyam pendidikan, Cucum menaruh harapan lebih kepada anaknya. Di tengah kesulitan ekonomi, ia tetap menyisihkan pendapatan untuk pendidikan sang anak. “Dari hati yang paling dalam, Ibu tuh gak pernah sekolah. Jadi, Ibu tuh pengen jangan sampai anak Ibu jadi kayak Ibu gitu. Seberapapun penghasilan Ibu dan Bapak (suaminya), dari dulu kita terus berusaha,” ucap Cucum. Berkat upaya dan kerja keras Cucum dan suami, anak keduanya berhasil mendapatkan gelar sarjana Pendidikan Agama Islam di Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka. Buah manis dari kerja keras serta kebaikan hati Cucum kepada tetangga, ia berhasil mewujudkan harapannya. Cucum berhasil melahirkan seorang sarjana dari pemukiman kumuh ibu kota. (haf/feb)