Fenomena “Serangan Fajar” yang dialami Masyarakat ketika Mendekati Pemilu 2024
GEMAGAZINE – Menghadapi pesta demokrasi 2024, banyak dari partai-partai yang memberikan “serangan fajar” kepada masyarakat dalam bentuk “amplop” untuk membeli suara dalam Pemilu 2024. Masyarakat diharapkan untuk menolak, menghindari, dan membentengi diri dari godaan politik uang dalam kontestasi pemilu.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menjelaskan, serupa namanya, pesta demokrasi adalah hajatan milik rakyat. Melalui pemilu, rakyat akan memilih dan menentukan nasibnya untuk lima tahun ke depan. Pemimpin yang terpilih merupakan representasi dari harapan rakyat akan sebuah perubahan, keadilan, dan kesejahteraan bagi segenap anak bangsa.
“Saya titipkan kepada para partai politik, jauhkan kepentingan pribadi dan golongan demi mewujudkan tujuan negara Indonesia,” kata Firli dilansir GEMA dari Kominfo, pada Minggu (3/12).
Apa itu Serangan Fajar?
“Serangan Fajar” merupakan sebuah istilah yang umumnya terkait dengan praktik politik uang dalam konteks pemilihan umum. Dalam ranah hukum Indonesia, istilah ini memiliki dasar regulasi yang tercantum dalam Pasal 515 dan Pasal 523 ayat (1–3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, serta Pasal 187 A ayat (1) dan (2) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Penting untuk dicatat, serangan fajar tidak hanya terbatas pada pemberian uang secara langsung kepada pemilih. Menurut ketentuan hukum, serangan fajar dapat juga mengambil bentuk lain, seperti pemberian paket sembako, voucher pulsa, voucher bensin, atau berbagai fasilitas lain yang memiliki nilai uang. Hal ini diatur sesuai dengan Pasal 30 ayat (2) dan (6) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2018.
Poin utamanya adalah untuk mencegah adanya praktik-praktik yang dapat mempengaruhi proses pemilihan secara tidak sah dan tidak adil. Oleh karena itu, pembatasan terhadap jenis bahan kampanye yang dapat digunakan dan cara distribusinya dimaksudkan untuk memastikan integritas pemilihan, serta mencegah terjadinya manipulasi suara.
Praktik serangan fajar memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap proses demokratisasi. Hal ini dapat menciptakan ketidaksetaraan antar peserta pemilihan, merusak integritas proses pemilihan, dan mengarah pada ketidakadilan politik. Maka dari itu, penegakan hukum terhadap pelanggaran terkait serangan fajar jadi sangat penting, guna menjaga kebersihan dan kredibilitas proses pemilihan di Indonesia.
Regulasi Pemilu dalam Menghadapi Serangan Fajar
Aturan mengenai bahan kampanye yang diperbolehkan oleh KPU, serta yang bukan termasuk dalam serangan fajar dijelaskan secara rinci pada Pasal 30 ayat (2) yang berbunyi: Bahan kampanye dalam bentuk selebaran/flyer, brosur/leaflet, pamphlet, poster, stiker, pakaian, penutup kepala, alat minum/makan, kalender, kartu nama, pin, dan alat tulis.
Adapun pada ayat (6) yang berbunyi: Setiap bahan kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila dikonversikan dalam bentuk uang nilainya paling tinggi Rp60 ribu. Adapun tindak pidana politik uang diatur dalam Pasal 523 ayat (1) sampai dengan ayat (3) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang dibagi dalam 3 kategori, yakni pada saat kampanye, masa tenang, dan saat pemungutan suara. Bila diperhatikan, relatif terdapat kesamaan elemen actus reus pada ayat (1) sampai ayat (3) dalam pasal tersebut.
Diharapkan pemangku kepentingan dan masyarakat harus menyambut baik kampanye “Hajar Serangan Fajar”. Hal ini menjadi upaya pendidikan pada saat memasuki masa-masa Pemilu. Terutama titik kerawanan politik uang yang terjadi sejak masa kampanye, pencalonan, masa pemungutan, dan perhitungan suara.
(aaj/tmm)