Peraturan Menteri Keuangan Terbaru tentang Pajak Rokok Elektrik
GEMAGAZINE – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 143/PMK/2023 yang mengatur Tata Cara Pemungutan, Pemotongan, dan Penyetoran Pajak Rokok Elektrik. Peraturan ini merespons ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) sehingga harmonis dengan aspek perpajakan rokok.
PMK tersebut bertujuan untuk mengatasi masalah konsumsi rokok dalam masyarakat. Oleh karena itu, peran pihak terkait, terutama pelaku usaha rokok, menjadi krusial dalam mendukung implementasi kebijakan ini.
Pemberlakuan PMK untuk Pajak Rokok Elektrik
Pemberlakuan PMK terbaru ini terjadi pada tanggal 1 Januari 2024, di mana Pemerintah Pusat menerapkan Pajak Rokok atas Rokok Elektrik (REL) sebagai bagian dari komitmen transisi dalam pemungutan pajak rokok elektrik, yang telah dikenai cukai sejak pertengahan tahun 2018. Rokok elektrik termasuk dalam kategori barang kena cukai, sesuai UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang mencakup berbagai produk tembakau seperti sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok elektrik, dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL).
Meskipun pengenaan cukai rokok elektrik pada tahun 2018 tidak langsung diikuti dengan Pajak Rokok, hal ini sesuai dengan prinsip masa transisi dalam implementasi konsep piggyback taxes sejak tahun 2014, sejalan dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009.
Aspek Pajak Rokok Elektrik
Dalam pengeluaran PMK Nomor 143/PMK/2023, pemerintah menekankan aspek keadilan terkait pajak rokok elektrik. Ini dikarenakan rokok konvensional, yang telah dikenakan pajak sejak tahun 2014, melibatkan petani dan buruh pabrik. Pengenaan pajak rokok elektrik juga diarahkan untuk mendukung pendapatan negara dan mengantisipasi dampak kesehatan masyarakat jangka panjang. Meskipun penerimaan cukai rokok elektrik pada tahun 2023 hanya sebesar Rp1,75 triliun atau 1% dari total penerimaan cukai hasil tembakau selama setahun, kebijakan ini merupakan kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha rokok elektrik.
Sebanyak 50% dari penerimaan pajak ini diarahkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakkan hukum, yang diharapkan dapat mendukung pelayanan publik yang lebih baik di daerah.
(sa/sh)